Jakarta, BSSN.go.id – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Republik Indonesia bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meluncurkan Computer Security Incident Response Team (CSIRT) atau Tim Tanggap Insiden Siber. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka mewujudkan sinergitas antara kedua instansi untuk menjaga ruang siber nasional. Peresmian peluncuran tersebut berlangsung di Kantor Komnas HAM, Jakarta pada Kamis (4/5/2023).
Wakil Kepala BSSN, Luki Hermawan mengatakan pembentukan tim tanggap insiden keamanan siber bernama Komnas HAM CSIRT itu juga dalam rangka melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2022 tentang Pelindungan Infrastruktur Informasi Vital, dan Peraturan BSSN Nomor 10 Tahun 2020 tentang Tim Tanggap Insiden Siber.
“Saya harap dengan dibentuknya Komnas HAM CSIRT dapat menjadi embrio positif yang patut kita jaga sebagai bentuk upaya meningkatkan keamanan siber nasional, terutama pada sektor pemerintah dalam melakukan pengelolaan dan penanganan insiden siber,” kata Luki di tengah sambutannya pada acara Launching Komnas HAM CSIRT di Jakarta.
Mantan Kapolda Jawa Timur itu berpesan, kemampuan sumber daya manusia Komnas HAM CSIRT juga harus terus ditingkatkan sebagai bekal dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Peningkatan kualitas bisa dilakukan melalui program-program pelatihan, workshop, cybersecurity drill, dan program lainnya.
“Harus begitu, karena dalam membangun keamanan siber dibutuhkan kombinasi tiga aspek yang saling terkait dan mendukung satu sama lain, yaitu people-process-technology,” ujarnya.
Ketiga aspek tersebut, lanjut Luki, dilaksanakan melalui program, kegiatan, dan layanan BSSN. Di mana hanya dapat terlaksana dengan baik bila semua pemangku kepentingan keamanan siber memiliki komitmen yang kuat, serta mengedepankan prinsip sinergi dan kolaborasi.
Pada kesempatan ini juga ia menyampaikan tren ancaman siber yang akan terjadi selama tahun 2023. Diantaranya kebocoran data (data breach), malware yang meminta tebusan (ransomware), serangan distributed denial of service (DDOS atau melumpuhkan), pengalabuan (phising), serangan advances presistent threat, dan rekayasa sosial atau social engineering.
“Komnas HAM CSIRT harus selalu tanggap terhadap tren potensi ancaman tersebut, sebagai bentuk kesiapsiagaan dan penguatan keamanan siber dalam pengelolaan sistem elektronik,” ujar Luki.
Sementara Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pemanfataan teknologi informasi dalam sistem pemerintahan tidak bisa dihindari, itu menjadi satu kepastian. Tetapi memang, semakin tinggi pemanfaatannya maka ancaman atas keamanan siber juga semakin tinggi.
“Hukumnya memang begitu. Di mana pemanfaatan TIK-nya tinggi maka potensi ancamannya juga semakin tinggi,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, berdasarkan pengalaman dirinya sewaktu di intansi sebelumnya beserta melihat potensi ancaman siber di Komnas HAM juga tinggi, maka diperlukan sebuah tim yang dapat melakukan pengelolaan insiden dengan lebih terorganisir.
“Maka dari itu, kita menyegerakan pembentukan Komnas HAM CSIRT untuk mengantisipasi ancaman dan serangan siber,” pungkasnya.
Biro Hukum dan Komunikasi Publik BSSN ©2023RM/YH