“Zonder jullie beteken ik niks!“
Tanpa Kalian (awak komunikasi radio), aku (PDRI) tidak berarti apa-apa!
(Kata-kata perpisahan Ketua PDRI Mr. Sjafroeddin Prawiranegara kepada Perwira Sandi Umar Said Noor dan Regu Stasiun Radio PHB AURI “UDO”)
Depok, BSSN.go.id – Setelah secara gemilang dunia internasional mengakui kedaulatan Indonesia berkat perjuangan PDRI, tentu sangat beralasan jika Ketua PDRI Mr. Sjafroeddin Prawiranegara menyatakan hal tersebut kepada saudara seperjuang yang telah melayani komunikasi rahasia PDRI selama bergerilya di rimba raya Sumatera.
Kala itu komunikasi radio memang menjadi jantung konsolidasi pemerintahan darurat bangsa Indonesia yang harus terus berpindah-pindah, bergerilya karena terus diburu tentara Belanda.
Komunikasi radio menjadi pusat kekuatan PDRI dalam mempersatukan dan mengkonsolidasikan berbagai potensi perjuangan melawan penjajah Belanda, baik koordinasi dengan pemimpin pergerakan dan berbagai kantong perlawanan bersenjata di sepanjang pulau jawa dan sumatera maupun dengan perwakilan luar negeri pemegang kekuatan diplomasi bangsa Indonesia dengan dunia internasional.
Melalui jejaring komunikasi radio tersebut juga disiarkan informasi perkembangan kemenangan bangsa Indonesia serta pidato semangat perjuangan sehingga kampanye hoaks penjajah Belanda yang menyatakan Indonesia sudah menyerah gagal total.
Namun, pernahkan kita menelaah siapa sebenarnya pengawak radio komunikasi perjuangan bangsa Indonesia kala itu?
Di era digital di mana informasi menjadi komoditas yang sangat berharga ini mungkin kita bisa menyebut salah satu misi perjuangan PDRI pada kurun tahun 1948-1949 adalah memerangi hoaks yang dibuat penjajah belanda pada masa agresi militer II tentang Indonesia yang sudah tunduk menyerah berhasil dikalahkan.
Belanda secara massif melakukan kampanye hoaks tersebut melalui berbagai media termasuk Radio Hilversum serta melalui hubungan diplomasi perwakilan Belanda di berbagai negara dan organisasi internasional sambi terus menggerakkan kekuatan militer untuk menguasai dan menghancurkan semua termasuk stasiun radio untuk membungkan suara bangsa Indonesia agar tidak terdengan di forum internasional.
Kekuatan jejaring komunikasi radio semasa PDRI tersebut sejatinya telah diinisiasi 2 tahun sebelumnya atau 76 tahun yang lalu oleh Roebiono Kertopati. Kala itu pada 4 April 1946 Roebiono Kertopati mendirikan Dinas Kode dan membangun dasar sistem persandian, organisasi dan sumberdaya manusia pengelola keamanan pemberitaan Kementerian Pertahanan yang kemudian kala itu karena kebutuhan pengamanan pemberitaan yang terus berkembang maka fungsi tersebut menyebar digunakan oleh berbagai institusi negara.
Sistem sandi pertama karya mandiri bangsa Indonesia tersebut adalah Buku Kode C yang berisi 10.000 kata. Buku kode tersebut menjadi induk dan sistem utama persandian di berbagai kesatuan dan markas tentara pada waktu itu. Agar lebih mudah dalam penyimpanan, penggunaan dan pengamanan disusunkan Buku Kode B yang berisi pilihan kode yang paling sering digunakan dalam kegiatan komunikasi dan administrasi.
Buku Kode B inilah yang kemudian diperbanyak, dibawa, disebarkan, dan digunakan oleh para perwira sandi atau Code Officer (CdO) dalam menjalankan tugasnya di berbagai kesatuan ketentaraan bergabung dengan regu komunikasi radio. Selain sistem sandi berbasis Buku Kode, berbagai sistem sandi seperti one time pad, sistem double encryption, dan berbagai sistem sandi lain yang dikembangkan secara mandiri oleh Roebiono Kertopati sebagai sistem sandi cadangan. Roebiono secara khusus juga memilih dan mendidik calon CdO untuk mengawaki penugasan komunikasi rahasia strategis tersebut.
Beruntung ketika Agersi Militer Belanda II terjadi, jejaring komuinikasi radio yang didukung oleh sistem dan personil persandian sebagai penjaga keamanan informasinya telah tergelar dan siap mendukung perjuangan Kabinet Darurat PDRI. Selama kurang lebih 7 bulan antara tahun 1948-1949 di Sumatera Barat dan sekitarnya tak henti-hentinya berbagai stasiun radio tersebut membntu PDRI menyuarakan kebenaran bahwa Indonesia masih berdaulat melawan hoaks yang dibuat oleh penjajah Belanda.
Beberapa stasiun radio PHB AURI yang aktif membantu PDRI yang memilik jangkauan cukup yang menjadi rekan seperjuangan Stasiun Radio PHB AURI “UDO” yaitu: Stasiun Radio PHB AURI “ZZ” Kototinggi, Stasiun Radio PHB AURI “PD-2” Kutaraja dan Stasiun Radio PHB AURI “NMB” Tangse Aceh, Stasiun Radio PHB AURI “SNM” pada pesawat Indonesia Air Ways Rangon, dan Stasiun Radio PHB AURI “PC-2” Playen Wonosari.
Kampanye perang bangsa Indonesia melawan hoaks yang digawangi oleh PDRI tersebut bisa semakin efektif dengan banyaknya stasiun radio PHB AURI yang banyak tersebar di berbagai pangkalan udara di sepanjang Jawa dan Sumatera yang juga memilik CdO di salamnya.
Radio milik PHB AURI banyak yang selamat dari bombardir tentara Belanda karena berukuran kecil sehingga mudah diungsikan sedangkan stasiun Radio Republik Indonesia milik pemerintah dan Dinas Perhubungan Angkatan Darat yang berukuran besar dan berat karena didesain mendukung komunikasi jarak jauh banyak yang tidak berhasil diselamatkan.
Selain itu untuk kepentingan penerbangan AURI sudah menginisiasi pendidikan radio telegrafi yang ternyata sangat membantu ketika berbagai daerah dikuasai oleh Belanda dan menjadi sekat bagi pergerakan para pejuang. Peralatan stasiun radio kala itu sangat beragam karena menrupakan barang rampasan dari tentara Belanda, Sekutu maupun Jepang.
Berbagai stasiun radio di lingkungan PHB AURI yang berukuran lebih kecil turut memonitor dan menyebarluaskan kembali berbagai berita dan keputusan strategis pimpinan pergerakan Kabinet Darurat PDRI diantaranya: Stasiun Radio “PC” Markas Tertinggi AURI Yogyakarta, Stasiun Radio “PJ” Pangkalan Udara Maguwo, Stasiun Radio “PC2” Pangkalan Udara Gading Wonosari, Stasiun Radio “PM” Pangkalan Udara Maospati Madiun,, Stasiun Radio “PM1” Detasemen PHB AURI Cepu, Stasiun Radio “PP” Pangkalan Udara Panasan Solo, Stasiun Radio “PP5” Sea Base Campurdarat Tulungagung, Stasiun Radio “PP4” Tulungagung, Stasiun Radio “PM3” Detasemen PHB Ngerong, Stasiun Radio “PP2” Sarangan, Stasiun Radio “PY2” Kuningan, Stasiun Radio “PMN2” Sukabumi, Stasiun Radio “PG” Pangkalan Udara Gorda Banten, Stasiun Radio “PH” Pangkalan Udara Karang Endah, Stasiun Radio “PH2” Pangkalan Udara Muara Aman, Bengkulu, Stasiun Radio “PT” Pangkalan Udara Tanjung Karang, Stasiun Radio “PQ3” Pangkalan Udara Jambi, Stasiun Radio “PQ2” Pangkalan Udara Pekanbaru, Stasiun Radio “PD2” Pangkalan Udara Blang Bintang, Kutaraja, dan Stasiun Radio “PE3” Pangkalan Udara Silangit Tapanuli.
Akhirnya berkat sinergi pemerintah pusat dalam Kabinet Darurat PDRI dengan para pemimpin pergerakan berbagai kantong perlawanan bersenjata di sepanjang pulau jawa dan sumatera serta dengan perwakilan luar negeri pemegang kekuatan diplomasi dengan dunia internasional, seluruh jejaring radio komunikasi tersebut bergasi meyakinkan masyarakat dunia untuk mempercayai dan menyatakan dukungan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang merdeka dan berdaulat.
76 tahun sudah Badan Siber dan Sandi Negara menjadi penjaga kedaulatan serta keamanan siber dan persandian Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka tak salah jika 76 tahun kemudian semenjak Letnan jenderal (Purn) Hinsa Siburian dipercaya oleh Presiden Joko Widodo memimpin BSSN pada 21 Mei 2019, institusi keamanan siber dan persandian Indonesia tersebut diarahkan oleh Prajurit Kopassus peraih Adhi Makayasa sekaligus Tri Sakti Wiratama tersebut untuk mengobarkan perang melawan hoaks yang merupakan bagian dari serangan siber kepada pusat kekuatan bangsa Indonesia, ideologi sekaligus pandangan hidup dan falsafah Pancasila.
Sekali Merdeka tetap Merdeka…
MERDEKA!
Biro Hukum dan Komunikasi Publik BSSN
Yuk ramaikan 76 Tahun BSSN “Sinergi Menjaga Ruang Siber Nasional” dengan swafotomu. Caranya mudah kok, gunakan format http://twb.nz/76tahunbssn lalu unggah di media sosialmu ya….
Siberman juga bisa mengikuti posting serempak 9 infografis dan caption tentang Gerilya Pejuang Perintis Keamanan Siber dan Sandi / Code Officer (CDO) Pengawak Stasiun Radio PDRI. Bahan posting dapat diundung di sini.