Jakarta, BSSN.go.id – Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin pesat telah mendorong pemanfaatannya dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penyelenggaraan proses bisnis di berbagai sektor. Sejalan dengan hal tersebut tantangan yang dihadapi oleh pemangku kepentingan juga meningkat akan kerawanan dan ancamannya terhadap sistem elektronik di sektor masing-masing.
Berangkat dari hal tersebut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Direktorat Penanggulangan dan Pemulihan Ekonomi Digital BSSN mengadakan kegiatan Validasi Eksternal Instrumen Pengukuran Tingkat Maturitas Penanggulangan Pemulihan Insiden Siber.
Kegiatan ini dilaksanakan secara daring dan luring selama dua hari, 24-25 Mei 2021, bertempat di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, dan dibuka oleh Direktur Penanggulangan dan Pemulihan Ekonomi Digital, Wida Sandrayanti.
“Perlunya tata kelola keamanan siber, khususnya dalam bidang penanganan insiden siber, yang kemudian menjadi tolok ukur dari ketahanan siber sebuah organisasi, sektor, bahkan negara, sesuai amanat yang diberikan pemerintah kepada seluruh Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik pasal 19 ayat 2,” ungkap Wida.
Dalam sambutannya ia juga mengatakan, untuk mengakomodir hal tersebut BSSN telah menyusun Instrumen Tingkat Maturitas Penanganan Insiden (Instrumen TMPI) sebagai sebuah sarana yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kematangan pemangku kepentingan dalam penanganan insiden siber.
“Sebagai bentuk proses perbaikan dan pengembangan berkelanjutan terhadap instrumen TMPI yaitu telah dilaksanakannya penilaian pakar (Judgment Expert) pada tahun 2020 terhadap indikator dan referensi dalam Instrumen TMPI, yang kemudian diperlukan sosialisasi dan validasi kembali oleh pihak eksternal agar dapat sejalan dengan apa yang menjadi kebutuhan pihak eksternal,” ujar Wida.
Pada kegiatan ini dibahas secara keseluruhan terkait substansi Instrumen TMPI yang meliputi, Fase Persiapan, Fase Aksi, dan Fase Tindak Lanjut. Pada setiap fase dan pertanyaan dalam TMPI yang telah dibahas merupakan cerminan tahapan bagaimana masing-masing stakeholder dapat menerapkan tata kelola penanganan insiden siber. Dengan pemahaman terhadap fase tersebut, masing-masing peserta dapat menilai organisasinya, aspek mana saja yang sekiranya perlu untuk ditingkatkan maupun aspek mana yang perlu dipertahankan.
“Jika aspek tersebut telah dipenuhi, maka kemampuan dan kesiapan organisasi dalam hal penanganan insiden siber akan semakin baik, sehingga akan mendukung peningkatan produktivitas, efektivitas, dan efisiensi stakeholder dalam proses bisnisnya,” lanjut Wida.
Sebelum menutup sambutannya Wida berharap, melalui kegiatan Validasi Eksternal Instrumen Pengukuran Tingkat Maturitas Penanggulangan Pemulihan Insiden Siber ini, peserta dapat meningkatkan pemahaman terhadap tata kelola penanganan insiden siber agar implementasi pada organisasi masing-masing dapat lebih terarah, sistematis dan berkelanjutan.
“Karena dengan melakukan implementasi aspek tata kelola secara terarah, sistematis dan berkelanjutan maka secara otomatis kemampuan dan kesiapan organisasi dalam penanganan insiden siber semakin meningkat dan berdampak pada ketahanan siber organisasi, sektor maupun nasional,” tutup Wida.
Sesi berikutnya dilanjutkan dengan pemaparan para narasumber dan diskusi mengenai sosialisasi eksternal instrumen TMPI. Adapun narasumber yang memberikan paparan dalam kegiatan ini yaitu, Charles Lim selaku Lead Indonesia Honeynet Project dan Muhammad Salman selaku Ketua Program Studi Teknik Komputer Universitas Indonesia.
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat – BSSN