Jakarta, BSSN.go.id – Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal tersebut dikarenakan oleh kuatnya era globalisasi, di mana komputer dan internet dengan sifatnya yang dinamis merupakan fasilitas yang telah mendominasi berbagai aktivitas kehidupan masyarakat secara mutlak.
Dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat itu, pepatah yang mengatakan bahwa “Dunia Tak Selebar Daun Kelor” sepantasnya berubah menjadi “Dunia Seakan Selebar Daun Kelor”. Hal ini disebabkan karena semakin cepatnya akses informasi dalam kehidupan sehari-hari. Otomatis, seiring dengan hal itu, trafik serangan siber melalui mallware salah satunya, juga semakin meningkat.
Deputi Bidang Penanggulangan dan Pemulihan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Yoseph Puguh Eko Setiawan mengatakan, sepanjang tahun 2020 Pusat Operasional Keamanan Siber Nasional kami melaporkan telah terjadi serangan siber yang bersifat teknis meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2019 silam. Anomali trafik selama tahun 2020 itu mencapai 495.337.202.
“Atas pertimbangan itu kami menyelenggarakan The 2021 Critical Information Infrastructure Cyber Exercise (CII-Cyber Exercise) guna meningkatkan kapabilitas dan kesiapan sektor Infrastruktur Informasi Vital (IIV) dalam menangani insiden siber secara berkelanjutan. Kali ini yang di inject adalah sektor Pertahanan dan Industri Strategis,” ujar Yoseph saat membuka acara tersebut di Jakarta, Rabu (17/03/2021).
Agenda tahunan yang diselenggarakan dari tanggal 17-18 Maret 2021 itu secara khusus bertujuan untuk menguji kemampuan teknis dalam menganalisis dan menangani insiden siber di 17 institusi sektor pertahanan dan industri strategis yang diundang. Lalu memberikan pemahaman tentang taktik, teknik dan prosedur yang dilakukan oleh aktor kriminal siber saat melakukan penyerangan. Kemudian meningkatkan kesadaran terhadap ancaman siber, khususnya terkait malware.
Selain itu, Sandiman Ahli Madya BSSN Teguh Wahyono memaparkan, pendekatan yang dilakukan pada CII-Cyber Exercise juga untuk mengevaluasi kelemahan dan kekurangan terkait prosedur dan teknik yang dimiliki oleh masing-masing institusi dalam penanganan insiden keamanan siber.
“Kami juga memberikan pemahaman dan penjelasan tentang praktek-praktek terbaik dalam melakukan penanganan insiden keamanan siber. Dengan asumsi, kasus-kasus yang disampaikan sudah memperhatikan lingkungan dan kondisi yang sebenarnya, serta tidak ada informasi lain selain dari skenario dan material pendukung kegiatan yang telah diberikan,” kata Teguh.
Lebih lanjut dijelaskan, CII-Cyber Exercise tahun ini diselenggarakan dalam format Capture the Flag (CTF), di mana peserta diberikan pertanyaan-pertanyaan kasus disertai bahan yang mensimulasikan proses deteksi dan analisis insiden siber (hands-on). Kemudian, peserta juga dapat berdiskusi di dalam tim untuk menanggapi kasus dan memberikan jawaban terbaik atas pertanyaan yang diberikan.
“Di akhir kegiatan, kami lakukan pembahasan, mengevaluasi dan menyimpulkan hasilnya,” pungkasnya. (Rim/Yud)
Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat – BSSN