Jakarta, BSSN.go.id – Mewujudkan kota cerdas atau smart city, seperti di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara membutuhkan strategi keamanan siber yang kuat dan komprehensif. Hal itu sebagai jaminan keamanan atas penggunaan berbagai teknologi dalam mendukung aktivitas masyarakat.
“Keamanan siber menjadi kunci untuk mewujudkan kota cerdas atau smart city di IKN, sebagai jaminan atas penggunaan berbagai teknologi dalam mendukung aktivitas masyarakat,” kata Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Sulistyo dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Kementerian Kominfo, Jakarta, pada Jumat (03/11/2023).
Dalam dialog bertajuk ‘Infrastruktur Digital Menuju 100 Smart City’, ia menjelaskan pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber. Aturan itu menjadi pedoman semua stakeholder dalam menjalankan keamanan siber nasional. Pelaksanaan strategi keamanan siber itu pun turut dilakukan dalam pembangunan konsep smart city di IKN Nusantara.
“IKN sebagai smart city akan menggunakan seperangkat teknologi untuk aktivitas pemerintahan maupun masyarakat luas, sehingga keamanan siber akan menjadi prioritas utama,” ujarnya.
Lebih lanjut Sulistyo mengatakan, BSSN juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam menjaga keamanan siber di IKN, termasuk menyiapkan sumber daya manusia yang mumpuni untuk menjaga keamanan siber di sana. Kebutuhan SDM itu ditargetkan mencapai 39.000 orang untuk dua tahun ke depan.
“Sumber daya manusia yang andal itu tak lepas dari temuan BSSN terkait ancaman serangan siber. Kami mencatat dalam tiga tahun terakhir, ancaman siber masih terus mengintai Indonesia, dimana sekitar 42-62% dilakukan oleh malware,” jelasnya.
Menurutnya, ancaman itu rentan masuk melalui perangkat lunak (software) bajakan yang masih banyak digunakan di perkantoran swasta maupun pemerintahan.
“Setelah kami telusuri karena masih banyak software bajakan yang digunakan, bahkan di instansi pemerintah. Sehingga ketika ada patching atau updating untuk suatu operating system atau software yang digunakan itu enggak bisa karena bajakan,” ungkap Sulistyo.
Selain itu, celah keamanan digital juga ada dari software resmi yang telah habis lisensinya sehingga bisa berdampak pada potensi ancaman kebocoran data.
“Itu banyak terjadi, penyebab kebocoran data, terutama di pemerintahan itu adalah habisnya lisensi untuk bisa melakukan proses patching terhadap software yang dipakai. Tidak hanya di parimeter security, firewall dan juga software–software yang digunakan bekerja,” imbuhnya.
Isu lainnya yang menjadi sorotan pemerintah, yaitu terkait privasi data yang masih longgar di masyarakat. BSSN masih menemukan bahwa masyarakat kerap menampilkan informasi pribadi maupun keluarganya di media sosial.
Informasi itu bisa menjadi modal bagi oknum-oknum untuk melakukan profiling calon korban, lalu melakukan phising. Akibatnya, korban bisa mengalami kerugian materi maupun non-materi.
“Langkah melengkapi regulasi itu harus disegerakan, sehingga tantangan dan ancaman terhadap penyalahgunaan data warga Indonesia bisa diminimalisir. Setidaknya setelah ada aturannya, ada efek jera. Jadi, jangan coba-coba pakai sembarangan data warga negara Indonesia,” pungkas Sulistyo.
Biro Hukum dan Komunikasi Publik BSSN