Jakarta, BSSN.go.id – Tingginya tingkat pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di tanah air berbanding lurus dengan risiko dan ancaman keamanan siber. Tercatat, serangan siber yang terjadi dari Januari hingga Juli 2021 mencapai 741 juta, dengan kategori serangan didominasi oleh malware, pengganggu ketersediaan layanan, dan aktivitas trojan.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Republik Indonesian (BSSN RI), Hinsa Siburian menyampaikan peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi berbanding lurus dengan risiko dan ancaman keamanan siber saat menjadi keynote speech dalam webinar Indonesia’s Digital Transformation and Cybersecurity in the Construction Sector, di Jakarta, Selasa (24/8/2021).
“Ini yang harus menjadi perhatian kita bersama untuk mengamankan ruang siber nasional,” tegas Hinsa Siburian.
[et_pb_image src=”https://staging-web.bssn.go.id/wp-content/uploads/2021/08/WEB01_7M1A2146.jpg” _builder_version=”4.8.1″ _module_preset=”default” title_text=”WEB01_7M1A2146″ hover_enabled=”0″ sticky_enabled=”0″][/et_pb_image]Dalam pemaparannya, Kepala BSSN itu mengungkapkan telah terjadi serangan sebanyak 741.441.648 kali selama kurun waktu Januari hingga Juli 2021. Dari jumlah tersebut, anomali atau serangan terbanyak didominasi oleh malware, lalu aktivitas pengganggu ketersediaan layanan atau Distributed Denial of Service (DDoS), dan aktivitas trojan.
“Lebih banyak memang yang diserang adalah pemerintahan,” ucap Hinsa menerangkan sektor tersebut mengalami serangan mencapai 45,5 persen, lalu sektor keuangan 21,8 persen, kemudian telekomunikasi 10,4 persen, serta penegakan hukum 10,1 persen, transportasi 10,1 persen, dan lainnya 2,1 persen.
[et_pb_image src=”https://staging-web.bssn.go.id/wp-content/uploads/2021/08/WEB03_7M1A2211.jpg” _builder_version=”4.8.1″ _module_preset=”default” title_text=”WEB03_7M1A2211″ hover_enabled=”0″ sticky_enabled=”0″][/et_pb_image]Lebih lanjut, Hinsa mengatakan keamanan siber harus dijaga karena adanya interpendensi atau saling ketergantungan antar sektor. Misalnya, jika power plant terganggu akan berdampak terhadap finansial, pemerintah, dan terhadap teknologi informasi dan komunikasi.
“Inilah yang menjadi perhatian kita, jangan sampai terjadi serangan yang mengakibatkan kelumpuhan di berbagai sektor industri,” ujarnya.
Karena itu, sambung Hinsa, negara telah memberi mandat kepada BSSN RI untuk menangani permasalahan keamanan siber di tanah air, serta terus berupaya mengamankan ruang siber nasional dengan membentuk Computer Security Incident Response Team (CSIRT) atau Tim Tanggap Insiden Keamanan Siber.
[et_pb_image src=”https://staging-web.bssn.go.id/wp-content/uploads/2021/08/WEB04_7M1A2149.jpg” _builder_version=”4.8.1″ _module_preset=”default” title_text=”WEB04_7M1A2149″ hover_enabled=”0″ sticky_enabled=”0″][/et_pb_image]“Sampai saat ini BSSN RI telah membentuk 100 CSIRT, dan terus akan kita bangun sesuai dengan perkembangan dari pembangunan digitalisasi,” jelas Hinsa dalam webinar bersama Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Y. Kim, perwakilan Menteri Komunikasi dan Informatika, serta para panelis dari Kementerian PUPR, BSA dan ABDI.
Ia juga menyampaikan, saat ini BSSN juga sedang menyelesaikan beberapa program Strategi Keamanan Siber Nasional untuk membangun dan membentuk kekuatan siber nasional.
“Apabila terjadi krisis, kita sudah memiliki manajemen krisis siber nasional,” ucapnya. (Rim/Yud)
Biro Hukum dan Komunikasi Publik BSSN