Masa Kecil Sampai Masa Sekolah
Setiap orang mempunyai masa kecil yang berbeda satu dengan yang lain. Demikian halnya Roebiono Kertopati, lahir dari kandungan Fatimah dengan pasangan Soewardjo Kertopati pada 11 Maret 1914 di Ciamis, Jawa Barat. Ayahnya berasal dari Purworejo keturunan Tjokronegoro I, pendiri Kabupaten Purworejo,1 Fatimah berasal dari Sunda/Jawa Barat. Selain berasal dari keturunan ningrat, Roebiono dikaruniai kecerdasan khusus. Tanpa kesulitan ia masuk sekolah Europseech Lagere School pada 1921. Suatu kesempatan yang baik ketika itu, sebab tidak semua anak usia sekolah dapat dengan mudah masuk sekolah pada jaman kolonial.
Masa sekolahnya dimulai di Bandung, orang tuanya tinggal di Cicalengka. Tiap hari Roebiono kecil menggunakan kereta api dari Cicalengka ke Bandung. Tepat waktu enam tahun, ia menyelesaikan sekolahnya di Europseech Lagere School (ELS) pada 1927.
Bermodal ijazah sekolah dasar tersebut, Roebiono melanjutkan sekolahnya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Menjadi murid Meer Uitgebreid Lager Onderwijs bukan kesempatan yang terbuka bagi semua anak-anak usia sekolah, karena berlaku politik etnis atau politik balas budi dengan mendidik anak-anak pribumi guna kepentingannya penguasa bukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui sekolah ini pemerintah Hindia Belanda mengharapkan akan tumbuh cendekiawan baru.2 Masa pendidikannya 3 tahun sampai 4 tahun.
Saat Roebiono masuk Meer Uitgebreid Lager Onderwijs, terjadi peristiwa bersejarah di Indonesia, yaitu berlangsungnya Kongres Pemuda dengan gagasan meleburkan gedung sekolah Europseech Lagere School Bandung 1921-1928 organisasi Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Selebes, dan lainnya menjadi satu organisasi nasional yang tidak berdasarkan suku atau daerah ataupun agama tertentu. Kongres ini melahirkan “Sumpah Pemuda” pada 28 Oktober 1928.
Hasil Kongres Pemuda II menjadi titik tolak perjuangan bersama untuk menyatukan gelombang-gelombang kecil perjuangan, menjadi gelombang yang lebih besar. Gaung pergerakan mulai masif pasca sumpah pemuda. Sikap kritis terhadap realita bangsa Indonesia karena kolonialisme terus disuarakan. Sementara itu pemerintah kolonial memantau dan mengawasi setiap pergerakan organisasi pemuda pejuang. Namun, semangat menuju tercapainya cita-cita negara merdeka terus diperjuangkan.
Sebagai pemuda yang masih sangat belia dengan kisaran lima belas tahun, perhatiannya terbagi pada banyak masalah yang menarik, membuat apa yang dilihat dan dialaminya belum dapat diolah dengan nalar yang panjang dan matang, namun tetap terendap dalam benak, kesemuanya akan muncul ketika ia beranjak dewasa.
Masa sekolah menjadi momen untuk terus belajar baik ilmu pengetahuan yang diberikan para naradidik, pun belajar dari realitas kehidupan yang terjadi di lingkungan dan bangsanya. Salah satu peristiwa yang cukup berpengaruh baginya adalah “Sumpah Pemuda”. Momen dimana para pemuda bangsa bangkit dan menyatu dan berjuang melawan kolonialisme. Hampir di semua sudut kota Bandung, para pemuda yang sambil sarapan dan minum kopi di kedai terinspirasi dengan semangat sumpah pemuda, fokus mereka pun terbangun, untuk memperkuat persatuan melawan kolonialisme, tetapi jangan bergerak dalam bentuk pemberontakan, melainkan memperbanyak diskusi.3 Roebiono sadar, kendati dididik di sekolah Belanda, dibiayai Pemerintah Hindia Belanda, semangat nasionalismenya terus membara.
Sekolah Belanda, Jiwa Indonesia
Sementara Pemerintah Kolonial Belanda makin menghujamkan kakinya di Bumi Pertiwi, bersamaan dengan itu pula pemuda/pemudi bangsa mencari setiap momen memperkuat nasionalismenya. Roebiono dan teman-teman terus meningkatkan ilmu melalui jalur pendidikan dengn spesialisasi teknik. Cita-cita memperdalam bidang teknik timbul dari pengalaman nyata, ketika setiap hari pergi sekolah menggunakan kereta api, ia menyaksikan sekaligus mempelajari sang masinis menggerakan tombol dan kemudi, maka berjalanlah besi-besi tersebut di atas rel mengantar para penumpang dari satu kota ke kota lainnya.
Bersamaan dengan obsesinya itu, pilihan untuk masuk perguran tinggi pun belum banyak, hanya di bidang kesehatan, teknik, hukum, dan sekolah pelatihan untuk kepala atau pejabat pribumi. Di antara empat jurusan favorit tersebut, Roebiono memilih jurusan teknik. Ayahnya, Soewardjo yang adalah yang berprofesi di pelayanan kesehatan manusia, lebih menghendaki putranya ini melanjutkan sekolah kedokteran. Sebagai anak sulung dari tiga saudara sekandungnya, ia menjadi tempat bergantungnya saudara-saudaranya yang tentu senantiasa mempertimbangkan semua harapan, ketergantungan tanpa harus meninggalkan cita-citanya.
Di persimpangan ini, ia menggumuli pilihan mana yang paling sesuai, terjangkau, dan mungkin berhasil. Seperti pada masa itu, pandangan orang tua, terutama ayah adalah fatwa, maka Roebiono menerima pilihan ayahnya dengan catatan kecil, bahwa sekolah kedokteran juga masih terbagi dalam berbagai jurusan, di antaranya jurusan radiologi.4 Radiologi berkaitan dengan teknik/mesin yang memeriksa bagian-bagian dalam tubuh manusia. Dengan mempertimbangkan jurusan radiologi, Roebiono bulat tekad memilih jurusan kedokteran.
Situasi di luar Hindia Belanda mengalami goncangan yang hampir masif. Terjadi krisis ekonomi di Amerika Serikat terus merembet ke wilayah Eropa. Dengan sendirinya berpengaruh ke wilayah jajahan Belanda, diantaranya Nederlansch Indie. Banyak perusahan di Amerika bangkrut, seiring dengan merosotnya harga barang-barang, daya beli melemah, terjadi pengangguran besar-besaran.
Dampak krisis tersebut dialami langsung perusahan perkebunan, perusahan industri, dan pertambangan. Menyikapi kondisi tersebut, pemerintah menganjurkan kencangkan ikat pinggang, berhemat, dan menjalankan anggaran berimbang. Kebijakan ini menimbulkan aksi protes dari para politisi, cendekia, diikuti masyarakat yang merasa sangat dirugikan dalam kehidupan ekonominya, termasuk di bidang pendidikan, terjadi pengetatan anggaran. Ratu Wehelmina pun menyampaikan keterangan di depan Staten Generaal pada 16 September 1930 “Bahwa krisis ekonomi yang dirasakan seluruh dunia, baik di Eropa dan negeri-negeri seberang lautan telah mengalami akibat yang serius terhadap kehidupan perusahaan, terutama di beberapa tempat di daerah jajahan dalam bidang perkebunan mengalami waktu-waktu yang sulit. Dengan pertolongan Tuhan dan dengan segala daya upaya dan politik yang bijaksana, kita harus menuju ke arah situasi yang lebih baik.”5
Situasi politik dan krisis ini menghantar kaum muda bumiputra mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi, termasuk Roebiono Kertopati. Penglihatan Roebiono tertuju ke Surabaya. Setelah keputusan bulat, melanjutkan sekolah kedokteran Surabaya. Sesampai di Surabaya, ia mendaftarkan diri, tercatatlah namanya di antara 211 orang calon mahasiswa Nederlandsch Indische Artsen School yang datang dari berbagai wilayah dengan ekspektasinya masing-masing. Roebiono bersama Ibnu Sutowo termasuk dalam daftar 64 nama peserta yang lulus dan diterima sebagai mahasiswa kedokteran.6
Ibnu Sutowo yang adalah teman angkatan Roebiono ketika masuk di Sekolah Tinggi Kedokteran di Surabaya, mereka berdua mendapat beasiswa. Beasiswa diberikan kepada siswa yang memiliki angka-angka akhir pada sekolah menengah yang tinggi. Capaian yang ditunjukkan Roebiono membuat ia terpilih memperoleh beasiswa dari Pemerintah Belanda. Tiap mahasiswa mendapat 55 golden tiap bulan dari pemerintah Belanda melalui Department van Onderwijs, Kunst en Wetenschap. Angka tersebut termasuk cukup untuk uang saku membeli makanan dan kebutuhan dasar lainnya. Setelah bersekolah selama 10 tahun, tercapailah cita-cita dr. Roebiono pada usia 26 tahun menjadi dokter.
Medan-Medan Tempur
Bila pada masa sekolah selama 20 tahun, Roebiono belajar dan membaca berbagai literatur, berpraktik di laboratorium, maka tiba waktunya, penyerapan selama masa pendidikan dibaca oleh masyarakat melalui perilaku pekerjaaannya. Para lulusan sekolah dokter di tempatkan sesuai kondisi dan kebutuhan daerah. Dokter Ibnu Sutowo ditempatkan di Palembang, dr G.A. Siwabessy di Rumah Sakit BPM Cepu, dr. Roebiono di tempatkan dalam kesatuan DVG di Surabaya, dalam jabatan sebagai Tyawan Gendad A Malaria Besinddim, beberapa pekan berselang, ia menerima tugas di Irian Barat waktu itu disebut Nederlands Nieuw Guinea, wilayah terbilang jauh dan belum maju.
Menuju Nederlands Nieuw Guinea. Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda di bidang kesehatan di Nederlands Nieuw Guinea merupakan prioritas kedua (prioritas pertama bidang pendidikan), dimulai sejak 1940. Setahun sebelum dr. Roebiono Kertopati ditempatkan di Merauke.
Tak banyak keterangan yang diperoleh tentang kegiatan sehari-hari seperti tempat tinggal, makanan, transportasi, dan lingkungan kesehatannya dari dr. Roebiono. Yang pasti, dr. Roebiono mendapat kepercayaan dari Pemerintah Hindia Belanda untuk melayani beberapa daerah di Nederlands Nieuw Guinea.
Dalam catatan riwayat hidup dr. Roebiono (Lemsaneg), Roebiono tiba di Merauke pada 13 November 1941.7 Tak seberapa lama Jepang masuk wilayah jajahan Hindi Belanda, pada 1 April 1942 di Kaimana selanjutnya sampai Hollandia dan beberapa wilayah selatan Irian Barat. Kedatangan Jepang ini membuat sebagian besar orang-orang Pemerintah Hindia Belanda termasuk para tawanan politik diterbangkan ke Australia. Demi kecintaan profesinya, ia terus melayani masyarakat terpencil terutama terdapat gangguan kesehatan serius. Roebiono pun menuju daerah Enarotali, wilayah yang cukup terpencil. Di sana mereka terus dikejar tentara Jepang. Melalui berbagai cara, Roebiono bersama para misionaris Belanda dibantu masyarakat dapat kembali ke Merauke pada pertengahan 1943.8 Pada 10 Juli 1944 Roebiono tiba di Australia sampai Mei 1944.
Pada pertengahan 1944 dan pertengahan 1945, Roebiono kembali melakukan tugas kesehatan, dengan misi, situasi, dan organisasi pengutus yang berbeda di Sarmi dan Morotai bersama palang merah internasional dalam pertempuran antara Sekutu dengan Jepang.
Roebiono menuju Sarmi dalam kapasitas sebagai Medical Depertemend Med Service oleh kesatuan KEI Army yang juga telah mengangkatnya menjadi perwira kesehatan pada 1 Maret 1944 di Melbourne. Kehadirannya kali ini merupakan bagian dari misi khusus palang merah dalam melaksanakan tugas membantu para korban dan tawanan yang sakit.
Seperti biasa, mulanya Jepang disambut dengan hangat masyarakat setempat sebagai saudara Asia. Namun dalam perkembangannya, sambutan baik rakyat dibalas dengan kasar dan keji oleh tentara Jepang. Sesuai karakter yang ditunjukkannya, yaitu melakukan tindakan kekerasan, penyiksaan membuat penduduk Sarmi menderita dan teraniaya. Warga Sarmi dikerahkan mengerjakan proyek pembangunan jalan raya dan lapangan udara dengan sistem kerja paksa (romusha).
Tidak tahan dengan tindakan keji Jepang ini, penduduk Sarmi geram, lalu melakukan pemberontakan. Perlawanan rakyat Nederlands Nieuw Guinea di Sarmi pada 1944. Perlawanan dilakukan di lima pos milik Jepang, yaitu Hollandia, Sarmi, Biak, Numfor, dan Sausafor. Dari kelima pos tersebut, diketahui ada sekitar 2.119 tentara Jepang yang dibunuh oleh penduduk Irian. Di tengah masa perlawanan, Sekutu kembali ke Indonesia dan berusaha menendang keberadaan Jepang di Tanah Air.
Tercatat dr. Roebiono Kertopati berada di Morotai pada September 1944 sampai Februari 1945, masa puncak dari pertempuran tentara Sekutu dan Jepang. Apa tugasnya di Morotai? Sebagai dokter yang diberi pangkat militer, ia memimpin pemberantasan penyakit malaria. Menurut koran Trouw, 14 Desember 1944, menyebut Roebiono yang bekerja di rumah sakit Eugenie merawat 400 orang laki-laki, perempuan, dan anak-anak.9
Sebelumnya, tentara Jepang tidak ambil pusing dengan kesehatan masyarakat di sana. Selain itu ia juga menangani kesehatan sekitar 2.200 orang, diantaranya pengungsi perang. Keterbatasan tenaga medis memaksa Roebiono melatih anak laki-laki dan perempuan Indonesia untuk dijadikan perawat sementara.
Selanjutnya sejak Februari 1945 sampai dengan Mei 1945 bertugas sebagai Service Garnizoen Art di Casino, NSV Australia dalam kesatuan DVG. Bersambung kembali sejak Mei 1945 sampai dengan Juli 1945 sebagai Chief Medical Depter Med. Service Rr Occopied Territory di Holandia-Nederlands Nieuw Guinea dalam kesatuan DVG. Sejak Juli 1945 sampai dengan Agustus 1945 bertugas sebagai Senior Medical Ovb di Morotai-Maluku Utara.
Sejak Agustus 1945 sampai dengan September 1945, dr. Roebiono Kertopati bertugas sebagai Rapwi Med Officer di Jakarta-Surabaya di kesatuan Recovery of Allied Prisoners of War and Internees (RAPWI). Sebenarnya pada Februari 1945, bayang-bayang kekalahan Jepang sudah tampak, Sekutu di bawah pimpinan Laksamana Mountbatten membentuk RAPWI. Organisasi militer ini bertugas melaksanakan evakuasi terhadap tawanan perang di wilayah Asia Tenggara termasuk Hindia Belanda.
Dengan kekalahan Jepang tersebut, banyak korban perang yang mesti ditangani, maka sejak Agustus 1945 sampai dengan September 1945, Roebiono ikut membantu mengurus tawanan perang dari Jepang di Jakarta dan Surabaya dalam kesatuan RAPWI.10
Menurut dokumentasi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), tugas dr. Roebiono mengurusi tawanan perang ini berkaitan dengan statusnya sebagai dokter militer wajib membantu merawat tawanan Jepang di Surabaya dan Jakarta. Selanjutnya pada pertengahan September 1945, utusan RAPWI terdiri dari personel Inggris dan Belanda, tiba di Kemayoran. Kekalahan Jepang ini dimanfaatkan dengan baik oleh Belanda dengan sekutunya untuk masuk ke Indonesia melanjutkan kolonialisasinya.
Setelah berhasil mengevakuasi lebih dari 200.000 tawanan perang, Inggris menarik diri dan membiarkan Belanda mengambilalih lewat AMACB (Allied Military Administration-Civil Affairs Branch) atau yang lebih dikenal tengah konflik dengan tentara Republik Indonesia, dibubarkan pada 26 Januari 1946 dengan nama NICA (Nederlandsch-Indische Civiele Administratie).
Bergabung dengan Laskar Pejuang
Di tengah peralihan kekuasaan pasca Proklamasi, khususnya situasi di Surabaya tak menentu, sulit membedakan antara kawan dan lawan, Belanda terus memainkan politik devide et imperanya. Dalam situasi tersebut Roebiono mendarat bersama beberapa tentara Sekutu. Tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia, pesawat Angkatan Udara Inggris Royal Air Force (RAF) menerjunkan 15 orang anggota Allied Mission di Malang pada 29 September 1945. Setibanya di darat, para penerjun tersebut langsung ditangkap oleh massa pemuda. Mereka mengaku dari RAPWI mendapat tugas dari tantara Sekutu/Inggris untuk memulihkan dan mengungsikan para tawanan perang Eropa di kota Surabaya.
Dari nama-nama mereka, menurut Asmadi, dapat diketahui bahwa sebagian terbesar rombongan itu terdiri dari orang-orang Belanda, hanya beberapa orang saja yang berkebangsaan Inggris, bahkan seorang di antaranya berkebangsaan Indonesia, ialah Letnan dr. Roebiono. Dalam rombongan tersebut terdapat nama Letnan Kolonel Roelofson, Residen Maasen, Letnan Timers dan Letnan van Goor. Rombongan membawa seorang penerjemah asal Maluku bernama Hulseve. Rombongan ini dibawa menemui residen Sudirman berlanjut dibawa ke hotel Oranye.
Selanjutnya pada 7 Oktober 1945 mereka diarahkan untuk meninggalkan kota Surabaya ke Jakarta menggunakan kereta api. Ketika itu setiap kereta api yang melintasi kota-kota di Jawa selalu diperiksa oleh pasukan TKR di setiap stasiun, demikian halnya dengan rombongan RAPWI yang akan ke Jakarta, mulanya mereka lolos dalam pemeriksaan di Mojokerto, tetapi di Jombang rombongan RAPWI dibawah pimpinan Kapten K.P.G. Huijer di tawan di Jombang, kemudian dikirim kembali ke Surabaya, tiba pada 11 Oktober 1945.11
Mereka ditahan di bekas gedung perwakilan Inggris di Kayun, tetapi tak lama kemudian dipindahkan ke penjara Kalisosok untuk beberapa hari lamanya. Mereka terlihat seperti Palang Merah Internasional yang akan mengurusi tawanan dan korban perang.
Pada 26 Januari 1946 RAPWI resmi dibubarkan, bersamaan dengan pindahnya ibukota negara di Yogyakarta, Letnan dr. Roebiono pun bergabung dengan para pejuang Republik dan mengabdi sebagai dokter seperti teman-teman seangkatannya dr. Ibnu Sutowo, dr. G.A. Siwabessy. Menteri Pertahanan, Mr. Amir Syarifoeddin mengetahui adanya seorang dokter yang berpengalaman, maka diangkatlah dr. Roebiono Kertopati sebagai dokter pada kementeraian pertahanan.
Menjadi Abdi Sandi
Merdeka tanpa Sandiman. Setiap negara wajib menjaga pemberitaan dan kegiatan rahasia dari negaranya dan berupaya mengetahui lebih banyak, menyadap, dan menguasai berita dan kegiatan rahasia dari negara lain demi mempermudah mengatur startegi selanjutnya. Itulah sebabnya tidaklah heran bila Pemerintah Kolonial Belanda, semenjak menginjakkan kakinya hingga hengkang dari bumi Indonesia, tak pernah mengajarkan dan memercayai warga pribumi melaksanakan tugas persandian.
Tiga ratus lima puluh tahun Belanda menguasai Indonesia, sampai proklamasi kemerdekaan, Indonesia tanpa orang sandi yang dipersiapkan menangani pengurusan pengamanan berita rahasia negara.
Dengan pengalaman merawat para tawanan dan korban perang baik di Indonesia maupun di Australia, Roebiono sadar akan pentingnya menjaga sesuatu yang bersifat rahasia. Pengalaman bekerja menjadi dokter di GOW Indisch Arts di Surabaya, di Irian Barat, berlanjut berpindah tugas di Sidney, dengan tugas sebagai tenaga medis pada Allied Intelligence Bureau, membuat Roebiono bersentuhan dengan dunia intelijen. Ditopang dengan kemampuan menguasai empat bahasa asing, membuatnya leluasa berkomunikasi menyerap banyak pengalaman termasuk di bidang operasi dan intelijen.
Setelah bekerja di Kementerian Pertahanan beberapa waktu lamanya, potensi Roebiono itu diketahui oleh Menteri Pertahanan RI, sehingga pada 4 April 1946, menugaskan dr. Roebiono Kertopati mendirikan sebuah badan pemberitaan rahasia bagi kepentingan pemerintah, sekaligus merangkap sebagai pimpinannya. Saat itu, dr. Roebiono sudah bekerja sebagai dokter di Kementerian Pertahanan Bagian-B (intelijen).
Penugasan yang diberikan Amir Sjarifoeddin kepada Roebiono terjadi ketika bergejolaknya revolusi fisik pasca kemerdekaan. Roebiono yang bertumpu pada integritas pengabdian, nasionalisme, daya penalaran dan dilandasi semangat juang yang pantang menyerah kala itu beserta anak buahnya, merintis persandian Republik Indonesia.12
Kemudian, menunjuk Lettu Santoso sebagai Kepala Pendidikan Persandian pada Desember 1946. Waktu itu, nama badan persandian itu adalah Dinas Code atau Badan Persandian Negara. Kedudukannya langsung di bawah Kementerian Pertahanan Bagian-V (KP-V) di Yogyakarta, dengan tugas pokoknya mengelola persandian nasional secara umum.
Bermula dari sebuah ruangan kecil tempat kegiatan sandi berangsung dan peralatan sederhana berupa pensil dan kertas/Paper and pencil. Berkat kerja keras para sandiman, persandian Indonesia terus berkembang. Kendati terbatas dalam ilmu pengetahuan teknis kriptografi, namun beliau dapat membuat sistem-sistem sandi dan terbukti efektif dan dapat diandalkan untuk mengamankan komunikasi berita di medan peperangan, di dalam berbagai perundingan antara Pemerintah RI, Belanda, dan dengan PBB, pada komunikasi pemberitaan di perbatasan dan di dalam gerilya di pedalaman.13
Upaya membentuk basis-basis perlawanan untuk serangan gerilya terhadap kekuatan Belanda, ternyata menghadapi ancaman lain, yaitu gerakan DI/TII. Oleh karenanya, dr. Roebiono memainkan perannya dalam membangun jejaring komunikasi rahasia dari pusat komando Jawa di lereng Gunung Merapi sampai kaki Gunung Ciremai di Jawa Barat. Penentuan dr. Roebiono ke wilayah Jawa Barat, erat kaitannya dengan eskalasi perhubungan di wilayah Siliwangi-Jawa Barat, sebagaimana Panglima Tentara dan Teritorium Djawa (PTTD) menilai perlu memulihkan hubungan komunikasi di antara pos-pos perjuangan di seantero Jawa.
Dari pos gerilya di Jawa Barat, dr. Roebiono mengirimkan perintah agar Letnan Muda Soedijatmo menyusul ke Jawa Barat dengan membawa sistem sandi sekaligus membawa instruksi dari MBKD untuk disampaikan kepada Gubernur Militer Jawa Tengah di lereng gunung Sumbing dan Gubernur Militer Jawa Barat di kaki gunung Ciremai. Dengan demikian jelas bahwa walau para sandiman telah terpencar dan tempat kerja mereka berpindah-pindah, tetapi tugas, fungsi, dan tanggung jawab tetap berjalan.
Tak dapat diingkari bahwa pulihnya situasi perhubungan di Siliwangi berkat kerja keras dr. Roebiono dan timnya mengatur jaringan komunikasi dengan pasukan Siliwangi, karena itu tidak berlebihan bila Jenderal A.H. Nasution mengatakan: “Mayor (U) Muharto sebagai penghubung MBKD bersama Letnan Kolonel dr. Roebiono Kertopati, Kapala Sandi Kementerian Pertahanan, banyak berjasa untuk segera memperoleh laporan lengkap dari seluruh Jawa Barat.”14
Selain mengkoordinir kegiatan sandiman yang telah menyebar ke wilayah Jawa Barat, Kulonprogo, Jawa Timur, dan Sumatera, Letkol dr. Roebiono Kertopati bergabung dengan satuan militer di Jawa Barat dengan melaksanakan kegiatan di Local Joint Committee (LJC) wilayah Jawa Barat.
Local Joint Committee bertugas mengawasi gencatan senjata antara militer Belanda dan tentara Republik Indonesia. Letkol dr. Roebiono Kertopati menjadi Ketua Delegasi RI bersama Mayor Sentot Iskandarnita, Ir. Ukar Bratakusumah sebagai anggota, dan Kapten Ahmad Tirto Soediro sebagai sekretaris untuk wilayah Jawa Barat. Local Joint Committee mencakup tiga delegasi; delegasi RI, delegasi Negara Pasundan, dan dari Belanda. Masing- masing delegasi diberi kamar sendiri-sendiri di gedung pertemuan. Secara rutin delegasi meninjau daerah-daerah untuk melihat dari dekat keadaan yang terjadi di wilayah Jawa Barat.15
Dalam penugasannya di Bandung, ia juga memainkan peran besar sebagai pemimpin perwira penghubung dan membuat TNI semakin populer. Perasaan simpatik rakyat terhadap TNI yang selama ini ditindas, kini dapatlah dinyatakan dengan leluasa. Bahkan kekompakkan antar perwira TNI semakin kokoh, sampai-sampai ketika dr. Roebiono mendapat gadis idaman, dan hendak menikah, terdahulu meminta ijin kepada Kolonel A.H. Nasution, diapresiasi dengan sangat baik.
Berbagai keberhasilannya di bidang persandian dan memperbaiki jaring komunikasi masa revolusi, membuatnya diangkat menjadi “Bapak Persandian Nasional.” Jika di Amerika Serikat popular dengan tokohnya, John Edgar Hoover, direktur Federal Bureau of Investigation (FBI) pertama, menjabat selama 37 tahun sejak 1935 hingga wafatnya pada 1972, maka Indonesia memiliki Roebiono Kertopati, Kepala Lembaga Sandi Negara pertama yang menjabat hampir 38 tahun, sejak bernama Dinas Code (1946), Djawatan Sandi (1949), Lembaga Sandi Negara (1972) hingga wafatnya pada 23 Juli 1984.
Sejak bergabung dengan Republik Indonesia, Roebiono sudah berkecimpung mengurusi persandian. Dalam Arsip Kementerian Pertahanan Republik Indonesia No. 738 tentang Organisasi Kementerian Pertahanan Bagian B, menyebut Roebiono menjadi penasihat dan kepala bagian kode dan radio.
Pada masa genting 1946, pemerintah Indonesia memandang perlu menjaga informasi rahasia dari kepentingan musuh. Sementara Pemerintah Indonesia belum memiliki sistem pengamanan informasi yang baik dan sistem sandi yang dapat mengamankan informasi bersifat rahasia. Kendati ia bukan berlatar belakang pendidikan formal persandian, namun kecakapan intelijen diperoleh saat bertugas sebagai dokter tentara Sekutu di Australia.
Langkah awal melaksanakan perintah Menteri Pertahanan RI, adalah menyusun sistem sandi yang dipergunakan untuk keperluan Pemerintah Indonesia. Karya pertama yang terkenal sampai saat ini adalah Buku Kode C itu terdiri dari sekitar 10.000 kata di dalamnya terdapat tanda baca, awalan, dan akhiran, penamaan, serta bentuk lain yang sering dijumpai dalam teks berita. Ditulis dalam bahasa Inggris dan Belanda. Buku ini menjadi pedoman para penulis kode diawal Republik berdiri. Sandi-sandi itu selalu diubah tiap minggu atau bulan, untuk menghindari terjadinya kebocoran.
Sistem kode yang dipakai adalah sistem kode angka, berupa bilangan-bilangan sebagai penjumlah dari kode yang telah ada. Angka dari nol sampai sembilan dan pemakaiannya sebagai penjumlah dapat ditentukan sesuka pemakai. Penulisannya terkadang menggunakan tangan kanan dan kiri sekaligus/Ambidextrous.16
Sistem Code sandi ini cukup aman dan tidak mudah dikupas oleh pihak lain dan selama digunakan belum pernah bocor ke pihak lain. Sistem ini cukup efektif dalam penyampaian dan pengamanan berita dari dan ke berbagai front perang, baik di daerah perkotaan, pedalaman maupun selama perang gerilya menghadapi pihak Belanda maupun negara-negara sekutu.
Sistem Code sandi ini diperuntukkan juga bagi kepentingan tugas diplomasi internasional ke luar negeri. Selain pembangunan sandi, dibangun juga sarana telekomunikasi dengan mendirikan pemancar-pemancar radio telegrafi di daerah-daerah yang ada aktivitas intelijen dari Kementerian Pertahanan Bagian B.
Tujuannya melayani pemberitaan rahasia militer dan sipil untuk mengirim berita yang ada di dalam negeri maupun luar negeri, sehingga dapat melayani pemberitaan rahasia antara pemerintah RI di Yogyakarta dengan perwakilan RI di PBB. Dalam hal ini pengiriman berita tidak dapat secara langsung, tetapi dengan jalan beranting.
Naskah Sejarah Persandian di Indonesia terbitan Jakarta 1986 menyebut bahwa sistem sandi buatan dr. Roebiono Kertopati dapat dikategorikan sebagai sistem yang kuat dan dikenal sebagai system double encipherment. Untuk membaca sandi-sandi tersebut diperlukan buku acuan. Buku itulah yang ditulis dr. Roebiono. Sandi akan sulit terpecahkan, kecuali Buku Code C buatan dr. Roebiono itu jatuh ketangan musuh. Itulah seni, seni menaklukan musuh tanpa harus berperang.17
Berani Tidak Dikenal. Roebiono memegang teguh motto kerja pendirinya yang melakukan kegiatan persandian secara diam-diam, selalu menjaga rahasia, tidak mencari pujian dan popularitas. Cakupan persandian selalu berkaitan dengan fungsi dan kegiatan intelijen.
Dari gambaran tersebut, tampak bahwa persandian sangat dibutuhkan untuk mendukung sistem pertahanan dan keamanan negara, tidak hanya dalam pertempuran fisik saja, tetapi juga di era informasi ini yang penuh dengan “perang sandi.”
Mengabdi di Dewan Atom, Telekom, dan Kesehatan
Roebiono dianugrahi kemampuan lebih oleh Yang Maha Kuasa dan dimanfaatkan dengan tepat oleh penerimanya. Selain berperan sebagai abdi sandi, perannya amat besar bagi pengembangan Atom di Indonesia, telekomunikasi, kesehatan dan dipercaya sebagai dokter kepresidenan sejak masa Presiden I sampai wafatnya pada 1984.
Anggota Dewan Atom. Awal 1950-an beberapa negara maju melakukan serentetan percobaan ledakan nuklir di beberapa atol di kawasan Pasifik, antara lain di Pulau Eniwetok dan Pulau Christmas. Rangkaian percobaan tersebut menimbulkan kekhawatiran pada negara di kawasan Pasifik, terhadap jatuhan zat radioaktif sebagai akibat dari ledakan nuklir yang dapat mencapai daerah yang cukup jauh dan luas. Pemerintah Indonesia sadar akan bahaya radiasi debu radioaktif yang terbawa angin ke segala jurusan dari pusat percobaan dan khawatir akan jatuh di wilayah kepulauan Indonesia.
Rangkaian peristiwa ini mendorong pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden RI Nomor 230 Tahun 1954 Tanggal 23 Nopember 1954 tentang Pembentukan Panitia Negara Untuk Penyelidikan Radioaktivitet.18 Tugas dan fungsi Panitia Negara ini untuk penyelidikan radioaktivitet adalah menyelidiki radio-aktivitas (sebagai akibat percobaan ledakan nuklir) dan pemakaian tenaga atom sebagai energi baru dalam masa pembangunan negara serta memberi penerangan bagi khalayak ramai tentang tenaga atom dan akibatnya pada masa damai dan waktu perang. Panitia Negara berkewajiban memberi laporan kepada pemerintah tentang hasil penyelidikan tingkat radio aktivitas di Indonesia dan pemanfaatan tenaga atom untuk tujuan damai. Susunan lengkap Panitia Negara adalah sebagai berikut:
Ketua dr. Gerrit Augustinus Siwabessy berasal dari Kementerian Kesehatan, yang adalah teman sekelas dr. Roebiono semasa kuliah di Surabaya. Ketua dibantu sebelas anggota: Charidji Kesuma dari Kementerian Pertanian; dr. Sjahriar Rasad dari Kementerian Kesehatan; Ir. Sudjito Danusaputro dari Kementerian Perhubungan; Prof. Ir. Herman Johannes dari Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Prof. Ir. R. Gunarso dari Kementerian Perhubungan; Prof. dr. Bahder Djohan/Palang Merah Indonesia; dr. Roebiono Kertopati dari Jawatan Sandi; Suwito dari Kementerian Penerangan; Ir. Inkiriwang dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga; Kolonel Adam dari Kementerian Pertahanan; Mayor Udara dr. Sarjanto dari Kementerian Pertahanan.
Dengan komposisi personel dan lembaga tersebut, memperlihatkan betapa pentingnya pemerintah Indonesia menyikapi dampak dari bahaya nuklir. Roebiono sebagai Ketua Seksi Penerangan dan Perlindungan.
Mulanya fungsi Panitia Negara ini terbatas hanya sebagai Badan Penasihat Pemerintah saja, tidak memiliki wewenang eksekutif. Kendatipun demikian, empat bulan setelah terbentuk, mereka menyampaikan beberapa keputusan penting hasil rapat pleno pada 12 Februari 1955 kepada Dewan Menteri, antara lain menetapkan Ir. Sudjito Danusaputro sebagai Sekretaris Panitia Negara.
Memantau dan menyelidiki penyebaran jatuhan debu radioaktif saat itu dianggap sangat penting, namun bukan satu-satunya tujuan Panitia Negara. Keinginan untuk mempelajari dan memanfaatkan tenaga atom merupakan sasaran merangsang yang strategis. Untuk tujuan dimaksud, dibentuklah empat seksi: Seksi Penerangan dan Perlindungan diketuai dr. Roebiono Kertopati; Seksi Fisika, Kimia dan Teknologi diketuai Prof. Ir. Johannes, Seksi Radiobiologi dan Proteksi diketuai dr. G.A. Siwabessy, Kepala Lembaga Radiologi, Geologi dan Geofisik dipimpin Prof. Ir. Gunarso. Di antara empat seksi dimaksud, seksi Penerangan dan Perlindungan bekerja dalam jangka pendek mengingat perkembangan percobaan senjata nuklir di Pasifik.
Dalam perkembangannya muncul keinginan memanfaatkan energi nuklir untuk menghasilkan tenaga listrik. Di Indonesia, ide pertama untuk pembangunan dan pengoperasian PLTN sudah dimulai pada 1956 dalam bentuk pernyataan dalam seminar-seminar yang diselenggarakan di beberapa perguruan tinggi di Bandung dan Yogyakarta.
Sejak 1964, Indonesia sudah mempunyai reaktor nuklir di Bandung, Jawa Barat. Pada 16 November 1964, para ilmuwan pribumi yang dipimpin Ir. Djali Ahimsa sukses menuntaskan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama, yaitu Triga Mark II. Tenaga nuklir ini bermanfaat untuk membangkitkan listrik (PLTNP, selain itu nuklir juga dapat dinanfaatkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia yaitu pangan/pertanian, kesehatan, industri, sumber daya alam dan lingkungan.19
Kehadiran Letkol dr. Roebiono itu terkait erat dengan fakta bahwa beliau ketika itu tengah memperdalam ilmu radiologi pada Universitas Indonesia bersama temannya, dr. Siwabessy dan perhatiannya akan pengetahuan tentang teknik yang sudah menjadi obsesinya sejak masa kecil. Dengan tim yang kuat seperti tersebut, hendak meyakinkan dunia bahwa Pemerintah Indonesia serius mengikuti dampak bahaya nuklir di kawasan dan berkepentingan mengembangkan tenaga nuklir untuk kepentingan pembangunan nasionalnya.
Perkuat Telekomunikasi. Keterbatasan jumlah ahli di bidang telekomunikasi dalam negeri dan keseriusan Letkol dr. Roebiono di bidang teknik, membuat perhatian pemerintah memberi kepercayaan besar baginya dalam mengembangkan telekomunikasi. Bersamaan dengan diadakannya konperensi telekomunikasi dunia pada 16 Agustus 1951, Roebiono Kertopati di tugaskan sebagai salah satu delegasi dalam “Konperensi Administrasi Luar Biasa Untuk Perhubungan Radio” yang diadakan di Swiss di bawah pengawasan “International Telecommunication Union.”20 Kesempatan itu sekaligus dimanfaatkannya melaksanakan inspeksi persandian di beberapa negara: Swis, Belgia, Italia, Pakistan, India, Burma. Mengingat pentingnya tugas tersebut, maka Presiden RI menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 135 Tahun 1951 menunjuk Letnan Kolonel dr. Roebino Kertopati sebagai ketua delegasi.
Sejak 1967, peran Roebiono dalam telekomunikasi Indonesia terhitung penting. Ia menjabat sebagai Dewan Telekomunikasi Indonesia sekaligus mendirikan Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari). Roebiono juga pernah mewakili Indonesia dalam konferensi Intelsat. Intelsat merupakan perusahaan layanan satelit terkemuka diawaki oleh beberapa anggota dari beberapa negara, yaitu Amerika Serikat (AS), Australia, Jepang, Kanada, dan tujuh negara Eropa lainnya. Perusahaan ini berencana meluncurkan Intelsat III yang mengorbit di daerah Samudra Hindia pada 26 Januari 1967.
Di sinilah peran Roebiono membuktikan kepada masyarakat dunia bahwa Indonesia mempunyai ekosistem sendiri, dengan berinovasi telekomunikasi nantinya dapat berperan sebagai salah satu tulang punggung dalam bidang telekomunikasi.
Pada surat delegasi AS tertanggal 4 Maret 1969, disebutkan Roebiono memiliki kesan terhadap delegasi AS bahwa rencana peluncuran satelit itu hanya untuk kepentingan intelsat. Karenanya ia mengusulkan satelit juga diperuntukkan bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara. Delegasi AS menyetujui usulan itu dengan syarat sistem satelit di Indonesia sesuai dengan Intelsat dan bersedia membayar setiap akses terhadap satelit itu. Delegasi AS terkesan dengan Roebiono, dikarenakan Roebiono sarat dengan pengalaman, integritas, dan reputasi. Belakangan akses satelit Intelsat III dipakai oleh Indosat dan mulai beroperasi secara komersial selama 20 tahun sejak September 1969.
Pengalamannya di bidang perhubungan radio dan telekomunikasi sudah lama dirintisnya. Selain diberi kepercayaan sebagai Kepala Dinas Code AP merangkap Koordinator PHB Angkatan Perang sejak 23 Juni sampai dengan 16 November 1948. Untuk penugasannya tersebut, Menteri Pertahanan RI menerbitkan surat keputusan di Yogyakarta kemudian diganti menjadi Koordinator PHB Angkatan Perang.
Selain menjabat sebagai Kepala Dinas Code Angkatan Perang, Roebiono merangkap Komandan Senjata bantuan PHB, terhitung 1 Januari 1950. Yang mengeluarkan perintah adalah Menteri Pertahanan RI melalui Surat Menteri Pertahanan Nomor AD/003/a/50 tanggal 1 Januari 1950, di Jakarta.
Selain menjabat sebagai Kepala Jawatan Sandi berdasarkan Keputuan Presiden RI, merangkap sebagai ketua Dewan Telekomunikasi di Jakarta. Kepala Jawatan Sandi terhitung 16 September 1966 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 199 tahun 1966, merangkap jabatan Ketua Dewan Telekomunikasi. Pengangkatan/penugasan untuk kedua kalinya.21
Menjadi Dokter Kepresidenan. Berbekal pengalaman menjadi dokter pemerintah (Hindia Belanda) di Merauke pada 1941, dan pengalaman sebagai anggota Red Corss dan mengurusi tawanan dan korban pertempuran di Sarmi dan Morotai dalam pertempuran antara tantara Sekutu dengan Jepang, menjadi pengalaman berharga mengantarnya ke puncak kepercayaan pemerintah dan militer pada dr. Roebiono menjadi dokter kepresidenan. Dokter kepresidenan dibentuk untuk memberikan layanan pemeliharaan kesehatan bagi Presiden dan keluarganya, Wakil Presiden dan keluarganya, serta mantan Presiden dan istri dan mantan Wakil Presiden dan istrinya. Sebagai dokter kepresidenan Roebiono berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Dalam penugasannya ini dr. Roebiono sering mendampingi Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri yang menjalani perawatan di luar negeri juga dalam negeri.
Sebagai dokter kepresidenan, Roebiono memberikan pelayanan kesehatan secara terus menerus selama 24 jam sehari. Setiap harinya ia bekerja sejak 07.30 sampai pukul 11.00 di RSPAD. Setelah itu berlanjut ke Lemsaneg.22
Ketika Ir. Soekarno, Presiden pertama RI, dirawat di wisma Yaso, dr. Roebiono terus mendampingi Soekarno. Ketika Jenderal Soeharto menjadi Presiden menggantikan Soekarno, dr. Roebiono terus menjadi anggota tim dokter kepresidenan dan diangkat menjadi Ketua Tim Dokter Kepresidenan.
Ketua Tim Forensik G 30 S PKI. Pada 1 Oktober 1965 terjadi peristiwa besar didalangi oleh Gerakan 30 September/G30S dengan menculik tujuh perwira Angkatan Darat. Enam jenderal berhasil diculik, satu orang salah tangkap. Skenario penangkapannya; sekelompok anggota pengawal Presiden, Cakrabirawa menyebar kekediaman para perwira yang menjadi target dengan membawa pesan untuk menghadap Presiden di Istana terkait dengan isu “Dewan Jenderal.” Tak banyak curiga berkepanjangan, mereka mempersiapkan diri, namun para eksekutor menembak mati para perwira tersebut.
Melihat situasi ibu kota negara dalam keadaan tidak kondusif, pada 4 Oktober 1965 pukul 16.30 WIB, Mayor Jenderal TNI Soeharto, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) selaku panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), mengeluarkan perintah kepada Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, untuk membentuk pemeriksaan jenazah.
Instruksinya tertuang dalam Surat Perintah Pangkostrad, Nomor PRIN-03/10/1965. Menugaskan lima orang dokter untuk memeriksa jenazah tujuh perwira militer. Kelima dokter tersebut adalah: Brigadir Jenderal TNI dr. Roebiono Kertopati (perwira tinggi yang diperbantukan di RSP Angkatan Darat), Kolonel CDM dr. Frans Pattiasina, (perwira kesehatan RSP Angkatan Darat), Prof. dr. Sutomo Tjokronegoro (ahli Ilmu Urai Sakit Dalam dan ahli Kedokteran Kehakiman, juga profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia merangkap dokter Kehakiman), dr. Liauw Yan Siang (Lektor/Asisten Ahli Ilmu Kedokteran Kehakiman pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, merangkap dokter Kehakiman), dan dr. Liem Joe Thay (dr. Arief Budianto, Lektor/Asisten Ahli Ilmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, merangkap dokter Kehakiman).23
Tim forensik ini bergerak cepat, menuju kawasan Lubang Buaya tempat jenazah dibuang, dikawal aparat militer, jenazah sudah tertimbun sekitar tiga hari dari waktu pembunuhannya.
Mengingat besarnya peristiwa tersebut, banyak pihak mendesak agar hasil autopsi dipublikasikan ke masyarakat, atau paling tidak ketua timnya memberi sedikit keterangan, namun sampai akhir hayatnya, dr. Roebiono selaku Ketua Tim Forensik Autopsi Jenazah Korban Pengkhianatan PKI, tetap konsisten dengan sumpah prajuritnya; “Memegang rahasia tentara sekeras-kerasnya.” Dan berpegang pada ketentuan yang berlaku, yaitu hasil autopsi diberikan kepada pihak yang memerintah.
Tim forensik yang diketuai dr. Roebiono Kertopati telah bekerja secara profesional, hasilnya diserahkan kepada pihak pemberi perintah dan menjadi salah satu barang bukti penting yang dipergunakan dalam sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) memutuskan perkara pemberontakan Gerakan 30 September PKI.
Dengan jabatan sebagai dokter kepresidenan sejak masa pemerintahan Presiden Soekarno sampai masa pemerintahan Presiden Soeharto dan menjadi Ketua Tim Forensik Autopsi Tujuh Jenazah Pahlawan Revolusi menjadi bukti nyata kepercayaan yang tinggi kepada dr. Roebiono Kertopati.
Memajukan Pendidikan Sandi
Perkembangan suatu lembaga pendidikan kedinasan selalu menyatu dengan sejarah pembentukan organisasinya, seperti yang terjadi pada sekolah, perguruan tinggi kedinasan yang ada. Sejarah perkembangan pendidikan turut menentukan proses pencarian jati diri dalam upaya mencapai sasaran pendidikan dalam memenuhi kebutuhan perkembangan ilmu pengetahuan dan prospek di masa depan.
Sandi sebagai unsur ilmu pengetahuan dan teknologi juga mengalami perubahan dan perkembangan. Upaya untuk mencapai keseimbangan tersebut dituangkan dalam pengembangan pendidikan sandi, disesuaikan dengan sasaran kebijaksanaan bidang persandian yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan pengguna persandian. Dasar pendidikan yang dicanangkan pada awal pembentukan pendidikan sandi merupakan pondasi dan titik tolak untuk pengembangan kualitas pendidikan sandi selanjutnya. Untuk mengetahui sejauhmana peran Roebiono mengembangkan pendidikan sandi, maka berikut ini diuraikan perjalanan sejarah pendidikan sandi pada masa kepemimpinan dr. Roebiono.
Langkah pertama setelah menerima perintah Menteri Pertahanan membentuk dinas kode di dalam Kementerian Pertahanan adalah, menyusun buku kode sebagai rujukan kerja para sandiman. Hand book tersebut dikenal dengan Buku C sebagai acuan bagi para Code Officer (Cdo). Langkah berikutnya melakukan reqrutmen memilih personel untuk dididik menjadi Cdo. Dengan cepat disusunlah persyaratan masuk dalam pendidikan, yaitu menjadi Cdo dapat dipercaya, memiliki tanggung jawab yang besar dan loyalitas yang tinggi. Selain syarat utama, juga diperlukan beberapa kriteria: Mempunyai sifat rajin dan tekun; Mempunyai ketelitian dalam pekerjaan; Mempunyai sifat ulet, tidak lekas putus asa; Kualitas intelijensinya memadai; Mempunyai pengertian bahwa tugas yang akan dilaksanakan mengandung bahaya, di samping terhadap dirinya sendiri juga terhadap negara dan bangsa. Paling tidak calon pegawai yang akan diangkat mengetahui apa sebenarnya kode tersebut.
Untuk mendapatkan kriteria-kriteria tersebut, dr. Roebiono langsung menyeleksi para calon pegawai, dengan pengetahuan intelijensinya. Karena ketatnya persyaratan yang wajib dipenuhi, maka pada awal perekrutan, dr. Roebiono mengambil personel dari kalangannya sendiri, yaitu adiknya Sriwati Soewardjo dan kemenakannya Rukmini Soedjono (Loeki). Setelah buku selesai disusun pada Juni 1946, dilanjutkan dengan mendidik dua orang dari militer (Intelijen pada Kementrian Pertahanan) untuk ditugaskan sebagai Cdo, yaitu Kapten Soejadi dan Letnan Satu Santoso. Menyusul Gondokoesoemo, Soemarkidjo, Moenardjo, dan Soenarno. Sedangkan sebagai tenaga telegrafis dan teknisi radio adalah Mochtar. Dengan keanggotaan yang minim inilah bagian kode melaksanakan kegiatannya dan memperluas lingkup kegiatan dan jaringannya.
Metode perekrutan yang dilaksanakan selanjutnya adalah: orang per orang, atas pengajuan dari pihak yang membutuhkan (diseleksi langsung oleh dr. Roebiono Kertopati); Adanya rekan dari anggota dinas code yang bersedia ditarik sebagai pegawai sandi dan diseleksi langgung oleh dr. Roebiono; Di medan perang juga dilakukan perekrutan dengan istilah “Getok Tular”, yaitu dengan menarik rekan seperjuangan yang berminat membantu persandian dan mengajarinya secara langsung di lapangan.
Pada 1947 sistem perekrutan “Getok Tular” dikembangkan dalam bentuk pendidikan yang bersifat training atau magang. Diikuti oleh peserta dari militer khususnya Angkatan Darat dan dari instansi yang membutuhkan personel sandi. Pemberian pelajaran diberikan sambil bekerja. Sistem pendidikan magang ini berkembang lagi menjadi klasikal. Inilah yang menjadi cikal bakal pendidikan yang pertama, dengan pengelola pendidikan sandi; Bapak Santoso dibantu Bapak Soemarkidjo.
Dengan adanya serangan Agresi Militer Balanda II ke Yogyakarta, Kolonel Simatupang memerintahkan dr. Roebiono menghancurkan/membakar semua dokumen. Selanjutnya para peserta pelatihan diberikan instruksi untuk berpencar ke beberapa wilayah. Dokter Roebiono turut serta ke Jawa Barat, Kapten Santoso ke Jawa Timur, Letnan Satu Soemarkidjo mengikuti Kolonel Simatupang ke daerah Dekso, tepat di bawah Dukuh Banaran. Dari sanalah kegiatan sandi diaktifkan lagi dengan Letnan Satu Soemarkidjo sebagai Cdo, di bawah perhubungan AURI.
Pendidikan informal tersebut belum dilengkapi dengan prosedur pendidikan, kurikulum, dan lama pendidikan secara tegas. Hal ini disebabkan situasi perang yang masih berkecamuk. Materi yang diberikan pada pelatihan sistem magang maupun klasikal meliputi: ketrampilan “menyandi dan membuka”, agenda kawat masuk dan keluar dan pengantar pengamanan sandi oleh Bapak Santoso; pengetikan, kegunaan code, dan perhubungan rahasia oleh Letnan Kolonel dr. Roebiono Kertopati; dan pengetahuan tentang telegram kawat, morse oleh Bapak Mochtar.
Pasca perundingan Konferensi Meja Bundar, Belanda menawarkan kepada Indonesia agar mengirimkan personelnya untuk belajar kriptologi ke Belanda. Dokter Roebiono menunjuk tiga personel; Letnan Satu Moenardjo (dari New delhi, sementara bertugas di kantor perwakilan RI), Letnan Dua Soemarkidjo, dan Letnan Dua Marjono I.S. Mereka berangkat ke Den Haag pada Desember 1949.
Sekembali dari kursus kriptologi di Denhaag Letnan Marjono ditugaskan memimpin Biro B (Pendidikan). Beliau lalu menyusun konsep pendidikan secara terpola dan sistematis dibantu dua rekannya Letnan Santoso dan Sumarkidjo. Selain penawaran kursus di Denhaag, Belanda juga menawarkan tenaga didik/instruktur, yaitu Mr. Zijp dan Van der Bette untuk memberikan pelajaran kriptografi dan kriptoanalisis kepada personel sandi di Jakarta.
Pada 1958 ditingkatkan lagi kualitasnya dari aspek waktu pendidikan, mata pelajaran dan hasil didik. Lama pendidikan enam bulan, mata pelajaran ditambah job training, dengan jumlah lulusan 1958 sampai 1970, sebanyak 19 angkatan, sampai 1994 menghasilkan 60 angkatan.
Selain pendidikan jangka pendek, mulai dirintis juga pendidikan Juru Sandi dalam rangka memenuhi keperluan tenaga chiffreure atau operator yang tugasnya “menyandi, membuka”, dan “agenda kawat masuk/keluar.” Kegiatan tersebut lebih memerlukan ketrampilan (praktik) daripada pemikiran (teoritis). Pendidikan Juru Sandi ini dimulai 1955 secara klasikal. Lama pendidikan tiga bulan, dengan mata pelajaran kriptografi. Pendidikan Juru Sandi ini terus berkembang hingga lama pendidikan menjadi enam bulan. Standar pendidikan pun ditingkatkan wajib mengikuti psiko test, kesehatan, kelakuan baik, dan pendidikan minimal SLTP sederajat. Dalam kurun waktu 1964 sampai 1986 berhasil menamatkan 73 angkatan.
Setelah dianalisa, pendidikan sandiman dianggap kurang bersifat analisis kriptografi, karena itu dibentuk pendidikan Ahli Sandi (Brevet A dan Brevet B). Pola pendidikan cenderung ke arah kriptografi dan kriptoanalisa secara lebih ilmiah dengan tujuan memberi bekal kemampuan ke arah penciptaan sistem sandi yang kuat dan pemecahan sistem sandi asing. Persyaratan pendidikan adalah para lulusan sandiman yang telah bekerja di bidang persandian kurang lebih 5 tahun, dan harus lulus test seleksi. Hasilnya 1950 sampai 1963 sebanyak 10 angkatan dan untuk aplikasi sandi sebanyak tiga angkatan, ditambah latihan ahli sandi sejak 1965 sampai 1986 sebanyak 44 angkatan. Sejalan dengan tuntutan tugas, maka kemajuan pendidikan menjadi wajib. Dokter Roebiono pun mendirikan Pendidikan Akademi Sandi Negara.
Adanya pendidikan penjenjangan antara sandiman satu tahun dan ahli sandi dua tahun secara terpisah dianggap tidak efektif, maka muncullah gagasan menggabungkan kedua jenjang pendidikan tersebut menjadi jenjang yang setara dengan akademi. Pada akhir 1969 dibentuk pendidikan Ahli Sandi Gaya Baru sebagai penggabungan antara pendidikan Sandiman dan Ahli Sandi. Awalnya lama pendidikan adalah 2,5 tahun secara terus menerus, ditambah 1 semester untuk penambahan mata kuliah yang berhubungan diplomasi (protokol kenegaraan). Karena sebagian besar siswa direkrut darı Departemen Luar Negeri dan disiapkan untuk tenaga sandiman KBRI di luar negeri.
Dengan demikian pendidikan ahli Sandi Gaya Baru genap menjadi tiga tahun penuh setara dengan akademi (Sarjana Muda/D3). Kemudian dikembangkan menjadi Akademi Sandi Negara 1973, berubah menjadi Sekolah Tinggi Sandi Negara, sekarang menjadi Politeknik Siber dan Sandi Negara. Generasi penerus boleh berbangga atas apa yang diwariskan para senior, khususnya dr. Roebiono Kertopati yang meletakkan dasar kuat bagi pengembangan pendidikan persandian di Indonesia seperti yang ada saat ini.24
Kontribusi dalam Diplomasi
Perjuangan Indonesia mempertahankan kemerdekaan pasca-proklamasi merupakan masa-masa yang sangat genting dan berat. Genting karena Belanda terus melakukan agresinya pada Juni pada 1947, berlanjut pada pada 19 Desember 1948. Serangan ini memperlihatkan bahwa Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia. Belanda terus menebar berita bohong tentang bubarnya Indonesia kepada seluruh dunia, memutus semua akses Indonesia di dunia internasional dan menghancurkan Radio Republik Indonesia (RRI) di Yogyakarta.
Secara de facto Agresi Militer Belanda II atas Yogyakarta terbilang berhasil. Namun sentimen positif terhadap Indonesia makin kuat di mata internasional, sementara sentimen negatif yang diterima Belanda dari berbagai negara terus terjadi. Keberhasilan tersebut merupakan buah dari manuver para diplomat Indonesia di luar negeri. Para diplomat yang berunding dapat berargumentasi dengan leluasa adalah karena pasokan materi yang dikirim para Cdo/sandiman melalui PTT dan PHB dan jaring lainnya untuk meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia masih ada. Peran ini sudah dilaksanakan sejak awal proklamasi, para pendiri negara terus membangun dan memperkuat hubungannya dengan negara-negara yang sudah lebih dahulu merdeka dan mengakui kemerdekaan Indonesia.
Sebagai perintis dan orang pertama yang memiliki pengetahuan persandian (Cryptology) di Indonesia pada masa awal-awal kemerdekaan sampai 1964, dr. Roebiono Kertopati sudah berperan dalam mengamankan komunikasi rahasia dalam diplomasi ke luar negeri. Hal itu tercermin dalam matriks catatan penugasan yang diterimanya. Beliau membantu Delegasi RI dalam perundingan-perundingan dengan Belanda, diikutsertakan dalam misi-misi diplomatik yang dipimpin Lambertus Nicodemus Palar ke berbagai negara.
Demikian juga pada berbagai even internasional seperti Konperensi Telekomunikasi Internasional (ITU) di dalamnya dr. Roebiono Kertopati terpilih sebagai Wakil Ketua Panitia VII yang membahas perihal pengaturan penggunaan band-band untuk dinas-dinas Fixe, Land mobile, Siaran Daerah Katulistiwa dan Siaran FH di atas 4000 kc/s. Kesempatan tersebut digunakannya untuk meyakinkan peserta konferensi untuk menyempurnakan daftar frekuensi dunia dan rencana pembagiannya.
Tercatat pada 1950 dan 1951, dimana negara-negara maju melakukan serentetan percobaan ledakan nuklir di beberapa atol di kawasan Pasifik yang dampaknya sangat mengkuatirkan Indonesia. Dokter Roebiono dapat meredam dampak radioaktif tersebut melalui diplomasinya. Pada 1961 dan 1962 dr. Roebiono ikut membantu delegasi RI di PBB.
Seiring dengan bertambahnya negara-negara yang mengakui Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia membuka perwakilan-perwakilannya di negara-negara tersebut, dan dr. Roebiono terlibat langsung dalam mengembangkan unit-unit persandian di perwakilan-perwakilan diplomatik RI yang baru didirikan.
Inspeksi adalah akar dari kedisiplinan dan kerja profesional sandiman yang sudah diterapkan pada unit-unit sandi di perwakilan-perwakilan RI yang baru berdiri. Inspeksi yang teratur ke unit-unit sandi di luar negeri setiap tahun kemudian dilakukan Lembaga Sandi Negara maupun Biro Sandi Departemen Luar Negeri untuk menjamin kinerja sandiman yang profesional. Itu terlihat dari catatan jadwal kegiatan beliau, yaitu melakukan inspeksi (Agustus dan November 1951) ke berbagai perwakilan RI di luar negeri. Demikian juga pada 1958 beliau mengunjungi banyak kantor perwakilan RI yang ada.
Sepanjang 1947 dapat dikatakan sebagai tahun diplomasi internasional bagi Pemerintah Indonesia, seiring dengan dibukanya beberapa kantor perwakilan di luar negeri; di Penang, Rangoon, Bangkok, New Delhi, Karachi, Kabul, Kairo, London, New York, London, Canbera. Beberapa kegiatan dan peran yang dilakukan antara lain: Pada Maret 1947 Perdana Menteri Sutan Sjahrir mengutus Mr. Oetojo Ramelan menyelidiki kemungkinan membuat misi diplomatik dengan Singapura. Diikuti pembentukan Indonesia Office (Indoff) di Singapura. Badan ini bertugas memperjuangkan kepentingan politik Indonesia di luar negeri.
Secara rahasia Indoff mengkoordinasikan usaha-usaha menembus blockade laut Belanda dan perdagangan barter. Oetojo Ramelan dibantu oleh Soerjono Daroesman, Zairin Zain, Thararudin Ahmad, dr. Soeroso, dan R. Tamtomo. Kegiatan yang sama dilakukan Izak Mahdi seorang pemuda lulusan Stovia dikirim ke Bangkok mendirikan Indoff, dibantu dua orang staf; Abdulah Kamil dan R. Tamtomo. Misi yang diemban sama dengan di Singapura, yaitu menjalankan diplomasi sekaligus perdagangan menembus blockade. Waktu pelabuhan Singapura dan Malaya tertutup untuk kapal-kapal Indonesia, Izak Mahdi berupaya agar kapal-kapal Indonesia dapat berlabuh di Phuket-Thailand, dan mengangkut barang-barang termasuk senjata yang diperoleh dari perdagangan gelap di Bangkok.
Mesir sebagai negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia pada 18 November 1945. Berselang dua tahun Pemerintah Indonesia membuka kantor perwakilannya dengan menempatkan H.M. Rasjidi. Selanjutnya atas peran perwakilan Indonesia menggalang solidaritas rakyat Mesir, Pemerintah Mesir menutup Terusan Suez untuk kapal-kapal Belanda setelah Agresi Militer Belanda II.
Pada Juni 1947, Pemerintah Indonesia membuka perwakilannya di New Delhi dan menempatkan dr. Soedarsono sebagai perwakilan Indonesia dan Kapten Munardjo (menangani hubungan radio, salah seorang staf binaan dr. Roebiono Kertopati). Keberangkatannya dilakukan secara rahasia dengan menumpang pesawat yang diawaki Biju Patnaik. Dari New Delhi mereka membangun hubungan radio antar India dengan Aceh. Keberhasilan jalinan komunikasi radio ini berperan penting mengatasi politik isolasi dan blockade Belanda terhadap Indonesia.
Sebelum Perang Dunia II pecah, Lambertus Nicodemus Palar bergabung dengan Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) di negeri Belanda. SDAP termasuk partai yang cukup bersimpati dengan nasib rakyat dari jajahan Belanda. Ketika Belanda diduduki Nazi, Palar bergabung dengan gerakan bawah tanah anti Nazi.
Setelah Perang Dunia II ia tetap tinggal di Belanda dan terpilih masuk Tweede Kamer mewakili Partij van de Arbeid (PvdA). Palar mendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia dan terus menjalin hubungan dengan pemimpin Republik. Sayangnya pandangan Palar tidak didukung oleh Tweede Kamer juga partainya. Puncaknya pada 20 Juli 1947 Tweede Kamer menyetujui polisionil actie Belanda atas Republik Indonesia. Akhirnya Palar mengundurkan diri dan bergabung ke pihak Indonesia, langsung diminta menjadi wakil Indonesia di PBB. Pengalamannya dalam partai politik membuat Palar memainkan diplomasi yang sangat berarti dalam memperkuat posisi perjuangan Indonesia selanjutnya.25
Ahli Kunci Kombinasi
Salah satu keahlian khusus yang dimiliki dr. Roebiono Kertopati yang tidak banyak dimiliki umum adalah ahli membuka dan memperbaiki kunci kombinasi untuk pintu rumah, lemari brankast, gembok, dan dapat membuat kunci tanpa adanya kunci utama. Karena demikian rahasianya pekerjaan membuka dan memperbaiki kunci kombinasi, keahliannya itu hanya diwariskan kepada seorang pegawai negeri sipil di Lemsaneg, yaitu Raden Burhan.
Raden Burhan adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Bidang Perbengkelan, Biro (C) Peralatan, diangkat menjadi pegawai di Lemsaneg pada 1 Januari 1972. Tak jelas pertimbangan apa yang membuat keahlian Docci di bidang kunci ini tidak diajarkan secara luas kepada aparat yang ada di Lemsaneg, kecuali kepada Raden Burhan.26 Beberapa kali ia dipanggil ke ruang kerja Docci untuk diuji membuka 1 unit kunci kombinasi dalam kunci brankast, baik yang trouble maupun yang normal, hasilnya baik, tidak mengecewakan. Selanjutnya diuji untuk membongkar 1 unit kunci kombinasi untuk diservice dan dipasang kembali, semuanya dapat dikerjakan dengan baik, sehingga dapat dipergunakan secara normal.
Perbaikan kunci ini akhirnya didengar di berbagai instansi, oleh karenanya apabila ada permasalahan dalam membuka kunci kombinasi, seringkali Raden Burhan bersama Kepala Biro (C), Kolonel Sunarto berkunjung ke unit sandi di DKI Jakarta, ke unit sandi di daerah di Indonesia termasuk Kodam, Kajati, Kejagung, Pertamina, Pemda, Komdak, dan lain-lainnya dalam rangka memperbaiki unit lemari brankast yang bermasalah pada kunci kombinasinya, semua hasil kerja dapat diselesaikan dengan baik.
Bahkan lebih daripada itu, pernah terjadi pada kantor Kedutaan Amerika kehilangan kunci brankast, Docci diminta membukanya dan berhasil dengan baik. Pihak kedutaan Amerika memberi apresiasi yang tinggi dan hadiah khusus kepada Roebiono. Keahliannya ini sedikit banyak membantunya dalam tugasnya di bidang intelijen.
Cerita yang sama disampaikan oleh Brigjen TNI (Purn) dr. Hadi Koesnan, salah satu staf Tim Dokter Kepresidenan di bawah pimpinan Mayjen dr. Roebiono Kertopati, bahwa pernah terjadi kunci almarinya Presiden Soekarno tidak ditemukan, entah hilang atau karena sesuatu hal. Tidak ada seorang pun yang dapat membuka almarinya, semua bingung. Rupanya didengar dr. Roebiono, dengan cepat beliau menggunakan kode-kode sandi dengan angka-angka, tak seberapa lama kunci almari dapat dibuka.27
Mungkin bagi kebanyakan orang pada masa kini keahlian ini sudah banyak diperoleh di media sosial, Google atau bisa datang ke tukang kunci, atau dengan cara lain, namun lain halnya pada tahun 1960-1970-an, terbilang sangat langka. Seperti halnya membuka kunci di Kedutaan Amarika dan almari Presiden Soekarno.
Sebagai pewaris keahlian membuka dan memperbaiki kunci kombinasi, kunci brankast dari dr. Roebiono Kertopati, Raden Burhan menjelaskan berbagai caranya sebagai berikut: Sebagaimana diketahui lemari brankast dipergunakan untuk penyimpanan bahan keterangan dan sistim sandi di seluruh unit-unit sandi di dalam dan luar negeri. Lemari brankast merupakan lemari besi terdiri dari pintu besi, engsel yang sangat kuat, handle pintu dan slot pintu dilengkapi dengan dinding-dinding yang kokoh dan tahan api. Lemari brankast dilengkapi dengan kunci kombinasi (kunci ganda).
Kristalisasi Nilai Kehidupan dr. Roebiono Kertopati
Sepuluh pengalaman yang menjadi tonggak sejarah hidup Roebiono Kertopati:
Pertama, Persatuan. Roebiono Kertopati lahir dari keluarga dokter di zaman pemerintahan Hindia Belanda, dr. Soewardjo Kertopati keturunan Tjokronegoro I, pendiri Kabupaten Purworejo, lahir pada 11 Maret 1914 di Ciamis Jawa Barat, tanggal yang sama dengan Supersemar. Di antaranya saudaranya menjadi profesor Raden Sartono Kertopati. Darah biru dalam dirinya pada masa kolonial dengan sistem pecah belah/devide et impera, justru menguatkannya membangun persatuan sesama anak bangsa. Semangatnya diperoleh ketika menyaksikan kongres pemuda yang melahirkan sumpah pemuda 28 Oktober 1928 menjadi nilai persatuan dalam segenap pengabdiannya.
Nilai persatuan itu ditampakkan dalam penugasannya di Merauke, Inarotali, Sarmi, Hollandia-Irian Barat, Morotai-Maluku Utara, menikahi Amalia gadis dari Sunda menjadi isterinya, kendati terbentang tembok etnis yang tebal, namun terbukti perkawinan mereka langgeng.
Kedua, Menjunjung pendidikan. Semangat juang diasahnya sejak dia belajar di Europseech Lagere School (ELS) 19271 Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) 1928, dan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) pada 1931. Mendapat beasiswa pemerintah pada masa sekolah di MULO dan NIAS. Kendati mendapat beasiswa dari Pemerintah Hindia Belanda, bukan berarti Roebiono kecil berpuas hati menerimanya dengan sukacita pendidikan yang dikembangkan oleh Pemerintah Belanda, karena baginya pendidikan yang dikembangkan pemerintah kolonial lebih merupakan politik balas budi, bukan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai mana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4. Pendidikan diskriminatif Belanda, melahirkan perspektif baru untuk mengembangkan pendidikan persandian dan memperkuat kecintaannya di sektor pendidikan karakter dengan menjadi dosen di Lemhannas, PTIK, Seskoad, kedokteran, telekomunikasi, tak ketinggalan dalam keluarga Kertopati.
Ketiga, Mental Tangguh. Medan pengabdiannya diawali dari kota paling timur Indonesia/Merauke pada 1941, wilayah yang paling jauh yang diperolehnya dibandingkan dengan teman-teman angkatannya dari NIAS, yang jauh lebih dekat Batavia dan Surabaya. Ilmu yang diperoleh selama 20 tahun masa pendidikannya melalui membaca buku, sekarang rakyat banyak mendapat kesempatan untuk membaca apa sebenarnya integritas dari seorang dokter muda.
Tangannya menjadi semakin berat karena tugas dokter di kala itu tidak terbatas hanya di bidang kesehatan manusia, seperti malaria dll, tetapi juga “penyakit tambahan” produk pemerintah Hindia Belanda, yaitu penyakit diskriminasi, kecurangan, penindasan, eksploitasi yang justru jauh lebih berbahaya dari penyakit yang ada dalam tubuh manusia, dengan penuh kasih sayang dokter muda menyususri belantara Irian mulai dari Merauke, Enarotali, Sarmi, dan Hollandia. Menyusuri rimba Irian melahirkan mental tangguh bagi Roebiono.
Medan tempur yang dilaluinya membuatnya mengenal dirinya dengan baik, mengenal siapa kawan dan siapa lawan, dan dapat menempatkan dirinya dimana dia berada. Medan tempur menempa Roebiono menjadi sosok yang bermental tangguh siap menerima resiko dari suatu pilihan.
Keempat, Disiplin. Disiplin Itu Nafasku, begitu ungkap Roebiono. Disiplin yang diterapkan di keluarga Roebiono adalah disiplin tentara dan disiplin Belanda. Keteladanan selalu diterapkan dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan lebih liuas. Contoh bila mau makan, wajib mencuci tangan terlebih dahulu. Demikian juga selesai makan dilakukan hal yang sama. Bila sementara makan, dilarang ngobrol. Setelah makanan dalam mulut sudah habis, anak-anak diberi kesempatan untuk menjawab berbagai pertanyaan dari ayah mereka khususnya tentang kegiatan sepanjang hari yang dijalani.
Hari Sabtu sengaja ia tidak praktik dokter, waktu dicurahkan untuk keluarga, hari Minggu sudah menjadi Protap untuk jalan-jalan bersama keluarga. Dengan disiplin dapat membantu mengajarkan anak-anak tentang tanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya.
Seorang cleaning service di kantor Lemsaneg bersaksi, ketika ia sedang ngepel lantai dan dr. Roebiono akan melintasi ruang yang sedang dipel, pasti beliau berhenti, tidak akan melintasi lantai yang baru dipel tersebut.
Yang jelas beliau disiplin. Saya masih ingat waktu saya masih kecil, barangkali SD atau SMP. Kalau sudah menjelang jam dua siang, saya sibuk cari sandal. Karena kalau bapak datang dan lihat saya tidak pakai sandal, marahnya bukan main. Itu saya ingat betul. Jadi saya cari mana pembantu saya; mana sandal saya. cepat-cepat cuci kaki karena sudah dengar mobil ayah di pintu depan. Saya tidak tahu kalau adik-adik apakah ngalami juga. Terus kalau nanti waktunya tidur siang, kan harus tidur. Namanya anak-anak, kadang-kadang tidak pengin tidur. Tetapi dipantau terus, bila masih belum tidur ditegur, “Heh, kamu tidak tidur,” ungkap salah seorang anak Jam tidurnya teratur.
Waktu ayah praktek di Cikini, kami diawasi oleh Mama untuk mengerjakan tugas pekerjaan rumah dari sekolah. Jam belajarnya sampai jam 20.30. setelah itu persiapan naik tempat tidur dan jam 21.00 harus tidur. Kalau pada malam hari ada film, ayah menyuruh anak-anak tidur siang, supaya malamnya bisa nonton.
Setelah makan siang, anak-anak wajib tidur siang sampai menjelang pukul 16.00. Selanjutnya Roebiono menuju tempat praktik di Rumah Sakit Cikini. Kalau pada pagi hari ia menyempatkan waktu ke RS Gatot Subroto memeriksa hasil rongent, kemudian ke kantor Sandi. Walau sebagai Kepala Lemsaneg yang padat kerja, profesi dokternya tidak ditinggalkan. Pukul 20.00 WIB kembali ke rumah lalu makan malam bersama keluarga. Di meja makanlah semua kegiatan anak-anak selama sehari itu diceritakan. Pukul 21.00 anak-anak wajib menuju tempat tidur.
Jadwal kerja Roebiono, pagi hari pukul 07.00 sampai dengan pukul 11.00 ia berkantor di RSPAD Gatot Soebroto. Setelah itu ia berpindah ke kantor Sandi sampai dengan pukul 14.00. Selesai dari kantor, kebiasaan Roebiono pulang ke rumah makan siang bersama anak-anak dan istrinya. Cara makan diatur sedemikian rupa sehingga kebersamaam dalam makan selalu tercipta. Momen makan bersama akan terkontrol jenis makanan yang disukai, takaran makanannya, tata sopannya, juga menjadi kesempatan bagi orang tua mengawasi anak-anak secara tidak langsung melalui percakapan santai, memonitor suasana hati anak, perilaku, dan aktivitasnya selama di luar rumah. Anak-anak selalu ditanya tentang pelajaran yang diperoleh di sekolahnya.
Roebiono yang sejak kecilnya sudah bergulat dengan putaran waktu, dimana ia harus mengisinya dengan tepat, maka tak ada pilihan, kecuali memanfaatkan waktu dengan tepat dan bijak. Orang Inggris bilang: “Time is money.” Begitu pentingnya waktu, sehingga waktu dianalogikan seperti pedang atau uang. Ketika dapat menghargai waktu, maka terciptalah kedisiplinan di mana orang dituntun untuk taat dan patuh memanfaatkan waktu sebagai anugerah pemberian-Nya.
Bagi kami anak-anak, ayah mendidik kami dengan disiplin rangkap, militer dan kolonial/penjajah. Memang cukup galak, tetapi ia menjadi ayah yang penuh perhatian dan tanggung jawab. “Disiplin itulah yang membuat kami ada seperti sekarang, syukur ya Allah,” ujar Raskas.
Dengan bekerja keras, Roebiono menemukan cara menghargai setiap hal yang dimilikinya dan tekad untuk mendapatkan yang lebih baik. Bekerja keras selain untuk memenuhi kebutuhan hidup, juga membuat belajar untuk bersabar.
Pepatah kuno mengatakan “Dia yang hidup tanpa disiplin, mati tanpa kehormatan”. Karena begitu pentingnya disiplin, bagi Roebiono, disiplin itu ibarat nafasku. Selama masih ada hayat dikandung badan, maka haruslah disiplin.
Kelima, Jujur adalah kehormatan. Kalau di Kepolisian ada Jenderal Hoegeng Imam Santoso dengan kejujuran dan kesederhaannya, maka di Angkatan Darat, Sandi Negara hadir Roebiono Kertopati. Roebino bercerita kepada anak-anaknya tentang pentingnya kejujuran dari pengalamannya sendiri, ketika Presiden Soeharto menetapkan pembangunan RSPAD Gatot Soebroto menjadi Rumah Sakit yang modern dengan biaya bantuan Presiden, di dalamnya Mayjen TNI dr. Roebiono Kertopati sebagai Ketua Dewan Pengawas. Beberapa kali ada upaya dari pihak terkait dengan mega pembangunan itu ingin menyampaikan sejumlah uang untuk mengamankan kepentingan pihak pelaksana pembangunan.
Sesungguhnya, Roebiono bukan tidak butuh uang, apalagi persiapan untuk masuk pensiun, namun kehormatan diri dan keluarga lebih tinggi dari semuanya itu. Baginya (hilang mercy dapat kehormatan) lebih baik tak mendapat mobil mercy daripada hilang kehormatan diri.
Cerita kejujuran juga disampaikan Ibu Amalia bagaimana sikap suaminya, terhadap kepatuhan kepada peraturan organisasi yang diawakinya. Ia pernah mengeluh, ketika Roebiono mendapat uang dinas yang menjadi haknya, tetapi karena sesuatu hal, dananya tidak digunakan, maka dikembalikan ke kas negara. Baginya beliau melakukan hal tersebut karena tidak sudi membuat laporan fiktif tentang pertanggungjawaban keuangan yang diterimanya. Sementara yang lain tidak mengembalikan uang tersebut ke negara.
Bagi Roebiono, kejujuran bukan harus membenarkan yang salah kendati sudah umum dilakukan. Kejujuran harus panta rei, mengalir apa adanya, biarlah mengalir seperti air di sungai. Roebiono sungguh menikmati ungkapan bijak Pramoedya Ananta Toer: “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanyanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri”.
Keenam, Memegang teguh sumpah jabatan. Dokter Roebiono sosok yang konsisten menjaga rahasia dinas. Sumpah Prajurit ke-5 “Mememegang rahasia tentara sekeras-kerasnya” dipegang teguh. Setiap informasi atau apapun baik data maupun fakta yang bersifat rahasia tidak boleh diberitahukan kepada pihak lain yang tidak berhak untuk mengetahuinya. Menjaga rahasia itu sudah menjadi prinsip hidup Roebiono.
Di tengah desakan masa untuk mempublikasikan hasil autopsi, Brigjen dr. Roebiono Kertopati tetap konsisten memegang sumpahnya untuk tidak mempublikasikan hasil autopsi timnya kepada mayarakat, karena itu di luar kewenangannya. Jenderal Siburian benar, bahwa bila ada pemberitaan di media massa hasil autosi, sesungguhnya bukan bersumber dari dr. Roebiono Kertopati sebagai Ketua Tim Forensik. Dokter Roebiono sangat sadar pemberitaan hasil autopsi merupakan kewenangan pemberi perintah. Kewajiban yang diperintah adalah melaporkan kepada pemberi perintah.
Ketujuh, Rendah hati. Salah satu fatwa yang sering menjadi perhatian Roebiono kepada ketiga anaknya, adalah jangan mengaku-ngaku sebagai anak pejabat. Dilarang memperkenalkan diri sebagai anak pejabat. Potensi mereka memperkenalkan diri melalui jalur pribadi sesungguhnya sangat besar. Mereka diterima dan kuliah di perguruan tinggi ternama di Indonesia, Universitas Indonesia. Saking patuh pada anjuran ayahnya, sampai menyelesaikan studi di Universitas Indonesia, hanya teman dekat yang mengenal mereka sebagai anak seorang tantara yang disiplin.
Anjuran ayahnya ini membentuk mereka sedemikian rupa, sehingga menjadi karakter pribadi yang rendah hati. Bagi Roebiono kebahagiaan hidup yang sebenarnya adalah hidup dengan rendah hati. Kerendahan hati tidak akan membuat diri menjadi manusia hina, justru kerendahan hati akan membuat diri lebih terhormat dihadapan orang lain. Sikap rendah hati kelihatannya lemah, namun sesungguhnya kuat, terlihat seperti di bawah, namun sebenarnya ada di atas. Kerendahan hati ini membuat seseorang terlihat istimewa di hadapan orang lain. Saat kita sadar akan kerendahan hati, maka pada saat yang sama juga kesombongan itu akan musnah.
Karena itu selalu diingatkannyan anak-anaknya bahwa mereka adalah warga biasa yang sama dengan kebanyakan warga yang lain, tidak punya keistimewaan sebagai warisan dari seorang ayah yang diberi jabatan. Mereka tidak pernah memanfaatkan nama besar ayahnya.
Dengan menjalani kehidupan seperti itu, Roebiono boleh berjalan dengan kepala tegak dan menuai kepercayaan khalayak. Itu juga yang membuat Roebiono tidak pernah gentar menghadapi segala sesuatu yang tidak on the track.
Menurut Raskas, teman-teman mengenalnya sebagai anak kolong karena disiplinnya, banyak yang tidak tahu, kedudukan ayah kami. Berulang kali ayah bilang kalau di luar jangan mengaku sebagai anak pejabat, walaupun ayah dekat dengan Pak Harto. Lebih daripada itu ayah juga tidak pernah memanfaatkan kedekatannya dengan Pak Harto untuk kepentingan keluarganya.
Kami tidak pernah sekalipun dibawa ke istana, kendati sebagai anak-anak, kami akan bangga bila diajak ayah ke Istana apalagi bertemu dengan Bapak dan Ibu Soeharto. Kami ketemu Pak Harto waktu ayah meninggal dan waktu Raskas menikah, di mana Pak Harto menjadi saksi perkawinan, itupun setelah ayah mereka meninggal. Ibu Amalia dan tiga anak menghadap Pak Harto meminta beliau menjadi saksi.
Kedelapan, Konsisten dan berani menerima resiko. Selama memimpin Lembaga Sandi Negara, baik pada masa pemerintahan Presiden Soekarno berlanjut pada pemerintahan Presiden Soeharto, lembaga yang dipimpinnya tidak pernah terkait dengan salah satu partai politik di Indonesia.
Seperti diketahui bahwa pada masa Orde Baru, pemerintahan membatasi hanya tiga partai, yaitu yang berciri khas nasional adalah Partai Demokrasi Indonesia, dari unsur agama diwakili oleh Partai Persatuan Pembangunan, sedangkan dari unsur “Pemerintah” diwakili Partai Golongan Karya. Semua aparat pemerintah, baik itu Pegawai Negeri Sipil/PNS, maupun keluarga besar ABRI merupakan pendukung wajib Partai Golongan Karya/Golkar. Untuk menandainya, mereka diberi seragam biru dengan logo pohon beringin dan diberikan kartu anggota Golkar. Dalam soal politik, aparat pemerintah dan keluarganya identik dengan Golkar. Satu-satunya instansi yang tidak berpolitik praktis, tidak menggunakan seragam Golkar, yang dilarang ikut kampanye bersama partai Golkar, tidak memiliki kartu keanggotaan partai politik, adalah Lemsaneg.
Inikah manifestasi dari prinsip “berani tidak dikenal?” Sudah barang tentu, ada pihak yang tak bersimpati dengan prinsip ini, bahkan berupaya menggoyang kebijakkan Roebiono Kertopati yang adalah anggota militer berpangkat jenderal dua bintang di pundaknya. Dalam struktur militer yang hirarki, taat asas pada perintah atasan, namun tidak demikian bagi Mayor Jenderal Roebiono Kertopati, ia sangat sadar kapan ia patuh, kapan harus mengkritisi suatu produk perintah dikaitkan dengan prinsip hukum yang lebih tinggi dan demi menjaga kemurnian fungsi sandi, ia siap menerima segala resiko apa pun.
Kesembilan, Berani tidak dikenal. Berani tidak dikenal bukan dalam pemahaman berani tampil beda. Roebiono memegang teguh motto kerja dengan melakukan kegiatan persandian secara diam-diam, selalu menjaga rahasia, tidak mencari pujian dan popularitas, atau “Berani Tidak Dikenal.” Cakupan persandian selalu berkaitan dengan fungsi dan kegiatan intelijen. Dalam dunia intelijen berlaku prinsip yang sangat terkenal: “Berani tidak dikenal, mati tidak dicari, berhasil tidak dipuji, dan gagal dicaci maki.” “Berani tidak dikenal” merupakan prinsip dasar dalam profesi seorang intel. “Mati tidak dicari” merupakan prinsip government denial atau penyangkalan pemerintah terhadap keberadaan seorang intel yang hilang atau mati dalam suatu operasi di negara lawan. ”Berhasil tidak dipuji” adalah sebuah prinsip yang dibangun untuk memupuk/ membangun jiwa rendah hati seorang intel.
Kesepuluh, Kesetiaan. Baginya kesetiaan bukan pilihan, melainkan kewajiban. Dalam rumah tangganya, Roebiono bertanggung jawab atas mati-hidup, maju-mundur keluarganya. Kesetiaan terhadap isteri sampai akhir hayat. Tanggung jawab tidak pernah berkurang sampai batas dan tuntas.
Membangun Sistem Persandian
Salah satu prasyarat keberhasilan pengembangan organisasi ditentukan oleh tersedianya sistem yang menjamin kelangsungan pekerjaannya. Demikian halnya dengan persandian, memiliki sistem sendiri. Dan yang spektakuler adalah sistem itu dibangun sendiri oleh para sandiman, yang mulanya dikenal dengan “system paper and pencil” sangat sederhana.
Dengan memakai penilaian kriptologis,28 tidak semua sistem “paper and pencil” lemah. Sistem Kode yang buku codenya disusun “acak” (random) dan disandi lagi dengan rangkaian kunci yang acak, tergolong dalam sistem “super”, karena keacakannya itu. Demikian juga sistem one time key dengan one time pad-nya sangat kuat mutu kriptonya, juga karena keacakan rangkaian kuncinya, ditambah kunci dipakai secara tidak berulang (satu kali pakai/one time key).
Jenis Sistem. Terdiri dari lima sistem: Pertama, Sistem kode. Sistem ini memakai buku code yang berisi kelompok-kelompok kode sebagai pengganti kata-kata terang dalam susunan acak. Demikian pula rangkaian kunci untuk menyandi kelompok kode itu tersusun acak. Rumus penyandiannya: T + K =S. Sistem itu sangat kuat karena T dan K-nya acak, dan dipakai untuk berita-berita top secret. Hanya penyandiannya memakan waktu yang lama, hingga kurang efisien, walaupun efektif.
Kedua, Sistem transposisi (bidang). Di samping sistem kode, diciptakan pula sistem bidang tersebut, yang hakikatnya adalah sistem transposisi. Pada umumnya dipakai untuk berita yang tempo kerahasiaannya terbatas.
Ketiga, System one time key/one time pad (OTK/ OTP-acak). Sistem ini sangat kuat karena keacakan rangkaian kunci ditambah huruf-huruf kunci yang satu kali pakai. Rumus penyandiannya T + K = S. Sistem ini cukup aman untuk berita “top secret.” Prinsip “keacakan rangkaian kunci” dan “satu kali pakai” dipakai dalam pembuatan mesin kripto. (Mesin kripto tipe SR/SRE buatan Lemsaneg adalah usaha melancarkan proses sistem OTK/OTP dengan segala prinsipnya.
Keempat, sistem OTK/OTP-buku bacaan (OTK/ OTP-Bk). Sistem ini prinsipnya serupa OTK/OTP, hanya rangkaian kuncinya diambil dari kalimat-kalimat buku yang dipakai, jadi koheren dan tidak acak, hingga mengandung kelemahan. Biasanya dipakai spion di tengah-tengah “lawan” hingga terlalu mencolok kalau bawa “buku rangkaian kunci acak.”
Kelima, sistem Matrix 5 x 5/Mixed alphabet. Matrix diisi dengan 25 huruf abjad (satu huruf yang low frequent dihilangkan). Penyandiannya: huruf-huruf dari grup pertama (5 huruf) dicari di matrix dan disubstitusikan dengan huruf di atasnya; grup kedua disubstitusikan dengan yang di atas-kanannya; ketiga dengan di kanannya, dan seterusnya dan seterusnya. Seperti arah kompas (delapan arah). Dengan demikian grup ke-9 kembali lagi disubstitusi dengan yang di atasnya, atau dengan lain perkataan: setelah menyandi 5 x 8 huruf, grup ke-9 kembali disubstitusi dengan yang di atasnya. Istilah kriptologisnya: periode=40.
Sistem ini cukup memadai untuk berita yang pendek (maksimal 200 huruf), dengan catatan tidak terjadinya koinsidensi kata-kata yang sama jatuh pada grup ke-1 dan ke-9, atau ke-2 dan ke-10 dan sebagainya.
Sistem Sandi Mesin-Kripto (cq. Mesin-Kripto Hagelin). Yang dimaksud dengan sistem sandi mesin kripto adalah sistem sandi yang prosesnya dilakukan dengan mesin kripto, baik yang mekanik maupun elektronik. Pada umumnya, mesin kripto dengan elemen-elemennya yang ada di dalamnya memproduksi satu rangkaian kunci dan dengan itu sekaligus menyandi masukan huruf terang sesuai algoritma mesinnya.
Aspek teknologisnya. terdiri dari dua jenis mesin kripto: Pertama, mesin kripto mekanik, terdiri dari konstruksi bagian-bagian (onderdil) yang bila digerakkan (secara manual ataupun listrik) akan menghasilkan rangkaian kunci yang menyandi masukan huruf-huruf terang.
Kedua, mesin kripto elektronik, yang dengan masukan kunci (key input) dan algoritma mesin itu, secara elektronik menghasilkan rangkaian kunci yang menyandi masukan huruf-huruf terang. Aspek kriptologisnya. Rangkaian kunci yang dihasilkan mesin kripto mengandung unsur-unsur: Pertama, Random atau acak/quasi-random, nilai-nilai rangkaian kunci bersifat random/quasi-random, baik peluang munculnya setiap nilai, ataupun tata urutannya yang tidak dapat/sangat sukar ditemukan perumusan matematiknya oleh seorang kriptanalis. Kedua, Monocycle ialah bila mesin kripto hanya bisa menghasilkan satu rangkaian kunci saja.
Ketiga, Multi-cycle, bila mesin kripto menghasilkan lebih dari satu rangkaian kunci.
Keempat, panjangnya rangkaian kunci, yang tergantung pada algoritma mesin kripto. Faktor-faktor lain yang termasuk dalam “key-management” adalah distribusi kunci, pengecekannya serta pengamanan cq. penghapusannya.
Jenis Sistem Sandi Mesin Kripto Mekanik. Terdiri dari: Pertama, Sistem C-446A (dasar). Pada dasarnya mesin kripto C-446A memprodusir sendiri rangkaian kunci yang sangat panjang, semi acak dan sangat variatif, dengan setting sekian elemen-elemen yang dimilikinya. Mesin itu juga melakukan penyandian (substitusi) masukan huruf-huruf terang (T) dengan rangkaian kunci (K), sehingga diperoleh teks-sandinya (S). Perumusannya: T + K = S.
Kedua, Sistem C-446A (variasi A dan E interuptif). Variasi A mengubah set type-wheel (AS atau AQ atau AF atau sebagainya) pada saat-saat tertentu sesuai instruksi/tabel, umpamanya yang pada grup pertama=AR diubah menjadi AQ pada grup ke-20; AQ tersebut diubah lagi pada grup ke-40 menjadi AM; dan seterusnya dan seterusnya. Variasi E adalah penggeseran-penggeseran yang diadakan pada elemen E, ialah baris keenam, enam huruf pada pinwheels, yang menentukan awal penyandian. Penggeseran bisa dikenakan pada semua atau sebagian dari huruf-huruf pinwheels itu pada saat yang ditentukan sesuai instruksi/tabel. Sistem variasi tersebut menambah satu kekuatan kriptologis; satu kawat seolah-olah dipenggal-penggal menjadi sekian kawat yang sangat pendek dan memakai kunci berlainan.
Ketiga, Sistem C-446A (permutasi tiap 10 grup-sandi). Variasi ini mempermutasi kelompok-kelompok masing-masing 10 grup sandi sebagai berikut: umpamanya 10 grup pertama menjadi 10 grup ke-8, 10 grup kedua menjadi 10 grup ke-6, 10 grup ketiga menjadi 10 grup ke-10, dan seterusnya dan seterusnya. Sesuai dengan instruksi/tabel yang ditentukan. Kekuatan kriptografinya terletak pada tingkat kesulitan kriptanalis lawan mengadakan pemadanan (superimposisi) teks terang dengan teks sandi, hal mana (jika bisa) akan berakibat diketemukannya setting mesin.
Keempat, Sistem C-52. Sistem ini pada pokoknya sejenis sistem C-446A. Perbedaannya ialah adanya tambahan satu variabel: 6 pinwheels yang pada mesin C-446A permane/statis, sedang pada C-52 dapat dilepas (removable) dan diganti-ganti (changeable) dengan persediaan 12 pinwheels yang masing-masing mempunyai pin-pin dalam jumlah tertentu. Pilihan 6 pinwheels dari 12 persediaan serta kesempatan permutasi keenam pinwheels terpasang itu, memberikan tambahan variasi, jadi tambahan kekuatan kriptologis. Panjang rangkaian kuncinya adalah 109.
Jenis Sistim Sandi Mesin Kripto Elektronik. Jenis Sistem Sandi Mesin Kripto OTK/SRE. Sistem OTK/SRE pada hakikatnya adalah sistem ONE-TIME-KEY yang rangkaian kuncinya bersifat “satu kali pakai”. Mesin kripto tipe SRE KG, tipe terakhir dari tipe-tipe percobaan terlebih dahulu selama 10 tahunan, melakukan proses penyandian sistem sandi OTK. (Santosa Cs/Lemsaneg, 1991; hal 27-30).
Bidang Teknik Kripto dan Peralatan. Ide pengembangan peralatan dimulai dari 1950 dimana Djawatan Sandi mendapat penyerahan sejumlah mesin-mesin NEFIS Belanda terdiri atas mesin C-446A dan BC-54. Mesin-mesin ini digunakan di Bedrijf Djawatan Sandi untuk hubungan sandi. Pada 1956 diadakan penggantian pemakaian alat-alat sandi dari tipe C-446A (manual) ke BC-54 (electric/mechanic) ke tipe C-52 (manual) dan B-62B (electric driver).
Semangat berdikari di bidang persandian dipupuk melalui penelitian dan pengembangan sistem sandi supaya tidak bergantung pada mesin sandi buatan luar negeri. Pada 1961 dimulailah usaha-usaha penelitian dan perubahan-perubahan teknis pada mesin tipe Hagelin meliputi dua bidang, yaitu modifikasi dan pembuatan suku cadang mesin sandi. Modifikasi dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan variasi dan possibilities (kemungkinan) dalam kriptologi. Modifikasi yang dilaksanakan pada mesin sandi tipe C-446A adalah dengan mengadakan perubahan pada elemen “A” (type-wheel) dan diberi ciri X1 dan X2.
Pada awal dekade 60-an tepatnya 1964 lahirlah mesin tipe SR-64 sebagai mesin sandi pertama karya anak bangsa. Mesin ini bekerja dengan system one time pad, yaitu kunci untuk enkripsi sama Panjang Mesin Sandi SR 64/A dengan teks asli dan merupakan deret dari subtitusi huruf secara random dengan sifat no periodicity and impossible to break.
Pada 1965 mesin sandi ini pernah diuji coba sebagai bagian dari persiapan hubungan sandi dalam Konferensi Nonblok di Aljazair. Konferensi itu akhirnya gagal terlaksana karena terjadinya kudeta di Aljazair. Sampai dengan 1968 berhasil dibuat 49 mesin sandi SR-64A. Rupa mesin ini dapat dilihat langsung di Museum Sandi yang ada di Yogyakarta.
Pembuatan mesin sandi sendiri. Pada 1963 dimulailah pembuatan mesin sandi sendiri dengan menggunakan prinsip kerja, menjumlah dan mengurangi (mesin sandi OTP). Sebagai dasar pembuatan mesin sandi sendiri ini adalah: Menunjang sistem OTP yang tingkat kriptologinya tinggi/kuat.
Mempermudah dan mempercepat tugas sandi-menyandi. Mesin sandi OTP seperti yang dimaksud di atas berhasil dibuat pada 1964 dan diberi nama type SR-64.
Dari mesin tipe ini berhasil dikembangkan menjadi mesin sandi OTP tipe SR-64A dengan removable plug. Mesin sandi tipe SR-64A inilah prototypenya diresmikan oleh Kepala Djawatan Sandi pada acara HUT Sandi 1964. Percobaan dinilai kurang memuaskan berhubung pembuatan komponennya kurang presisi.
Mesin Sandi SR-70. Sebagai kelanjutan pengembangan mesin SR-64A di atas, pada 1970 dibuatlah mesin tipe SR-70 (selesai dibuat enam buah) dengan beberapa perubahan, yaitu padaconnector, read switch, dan mulai mempergunakan PCB (Printed Circuit Board).
Mesin Sandi SR-70.b. Usaha pengembangan terakhir mesin tipe SR dibuatlah pada 1972 mesin tipe SR-70.b (selesai sejumlah 75 buah). Mesin tipe tersebut telah diuji coba di beberapa perwakilan RI dengan hasil bisa dipakai, hanya saja terbentur masalah speed (kecepatan) dalam penggunannya.25
Daftar Pustaka
- Danusubroto Atas S. 2008. Pendiri Kabupaten Purworejo, Purworejo: hlm 273
- chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefind mkaj/http://repositori.unsil.ac.id/7909/7/15. BAB% 20III. Pdf diakses pada 12 Juli 2023
- Aat Suwangsa dan Zaenal Abidin, R.H. Ukar Bratakusumah, Yayasan Kujang Bandung, Bandung 1995, hlm 5-6
- Wawancara dengan putra/putri dr. Roebiono Kertopati pada Rabu 8 Maret 2023 di Jakarta Selatan
- Karma Mara. 1979. Ibnu Sutowo, Pelopor Sistem Bagi Hasil di Bidang Perminyakan; Jakarta Gunung Agung: hlm: 61-62
- Karma Mara. 1979. Ibnu Sutowo, Pelopor Sistem Bagi Hasil di Bidang Perminyakan; Jakarta Gunung Agung: hlm: 83
- Lemsaneg, Riwayat Hidup Roebiono Kertopati, (tiba di Merauke pada 13 November 1941)
- https://kabarmapegaa.blogspot.com/2025/o1/ sejarah-masuknya-agama-di-pedalaman
- Petrik Matanasi, Persandian Indonesia 2002; https:// historia.id/militer/articles/reobiono-kertopati-bapak-persandian-indonesia-P30Wj/page/1 diakses pada 1 Novemer 2023
- Lemsaneg, Riwayat Hidup Roebiono Kertopati, (sejak Agustus 1945 sampai dengan September 1945 Roebiono membantu penanganan tawanan Jepang dan Belanda di Jakarta dan Surabaya)
- Asmadi, 1985. Pelajar Pejuang; Jakarta, Pustaka Sinar Harapan: hlm 199
- Paguyuban Mantan Sandiman (Santoso, I.S., Mardjono, Noor U.S, Soediatmo, Soediarso Enang). 1994. Sejarah Persandian Republik Indonesia. Jakarta: Lembaga Sandi Negara: hlm 2
- Djari, Marthen Luther, 2021. Offline to online 75 tahun Siber dan Sandi Mengabdi, Jakarta: Badan Siber dan Sandi Negara: hlm 13
- Nasution A.H. 1983. Memenuhi Panggilan Tugas, Jilid 2: Kenangan Masa Gerilya. Jakarta, Gunung Agung: hlm 175
- Aat Suwangsa dan Zaenal Abidin, R.H. Ukar Bratakusumah, Yayasan Kujang Bandung, Bandung 1995, hlm 197-202
- Djari, Marthen Luther, 2021. Offline to online 75 tahun Siber dan Sandi Mengabdi, Jakarta: Badan Siber dan Sandi Negara: hlm 27
- https://www.gatra.com/news-474479-politik-mengenang-pahlawan-sandi-roebiono-kertopati.html diakses pada 5 November 2023
- Keputusan Presiden RI Nomor 230 Tahun 1954 Tanggal 23 November 1954 tentang Pembentukan Panitia Negara Untuk Penyelidikan Radioaktivitet.
- Badan Atom Nasional. 1993. Pertumbuhan, Karya, dan Pengabdian. Jakarta: hlm 1-3.
- Keputusan Presiden RI Nomor 135 Tahun 1951 Tanggal 16 Agustus 1951 tentang Pembentukan Delegasi RI dalam Konperensi Administrasi Luar Biasa Untuk Perhubungan Radio. Banding Departemen Perhubungan. 1980. Sejarah Pos dan dan Telekomunikasi di Indonesia Jilid III, Jakarta Ditjen Pos dan Telekomunikasi
- Lemsaneg, Riwayat Hidup Roebiono Kertopati, (selain sebagai Kepala Lembaga Sandi Negara, merangkap sebagai Ketua Dewan Telekom untuk kedua kalinya)
- Wawancara dengan putra/putri dr. Roebiono Kertopati pada Rabu 8 Maret 2023 di Jakarta Selatan
- Alfred D. Ticoalu, Tak ada Penyiksaan Terhadap 6 Jenderal. Wawancara dengan Dr. Liauw Yan Siang, (Indoprogress,2015). https://indoprogress.com/20 15/09 /dr-liauw-yan-siang-tak-ada-penyiksaan-terhadap-6-jenderal-bagian-1/bagian-2
- Lembaga Sandi Negara (Manuskrib). Sejarah Pendidikan Sandi, Akademi Sandi Negara Jakarta
- Djari, Marthen Luther, 2021. Offline to online 75 tahun Siber dan Sandi Mengabdi, Jakarta: Badan Siber dan Sandi Negara: hlm 48-51
- Wawancara online dengan Raden Burhan pada Minggu 10 Desember 2023
- Wawancara dengan Hadi Koesnan di RSPAD Jakarta pada 22 November 2023
- Djari, Marthen Luther, 2021. Offline to online 75 tahun Siber dan Sandi Mengabdi, Jakarta: Badan Siber dan Sandi Negara: hlm 130-134
Bacaan Pendukung
- Disjarahad, 1985. “Pemberontakan G30S/PKI dan Penumpasannya”, Bandung
- Erlita, dan kawan-kawan. 2014. Sang Upuleru, Mengenang 100 Tahun Prof DR. Gerrit Augustinus Siwabessy (1914-2014). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Karma Mara, Ibnu Sutowo, Pelopor Sistem Bagi Hasil di Bidang Perminyakan; Jakarta Gunung Agung 1979
- Ramadhan, 2008. Ibnu Sutowo Saatnya Saya Bercerita, Jakarta: National Press Club
- Mawardi Purbo Sanjoyo, Dari Sumpah Pemuda Hingga Revolusi: Pemuda, Dan Perannya Dalam Kemerdekaan (1928-1949); Jember
- Paguyuban Mantan Sandiman. 1994. Sejarah Persandian Republik Indonesia. Jakarta: Lembaga Sandi Negara
- Persadha Pratama D. 2015. Kode Untuk Republik: Peran Sandi Negara di Perang kemerdekaan. Jakarta: Marawa
- Pols Hans, 2019. Merawat Bangsa, Sejarah Pergerakan Para Dokter Indonesia; Jakarta: Kompas
- Simatupang, T.B. 1981. Laporan dari Banaran. Jakarta: Sinar Harapan
- Soewondo Poerbo, 1996. Peta Tentara Sukarela Pembela Tanah Air, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
- https://tirto.id/sejarah-sandi-negara-dan-kode-kode-rahasia-dokter-rubiono-bCQi
- http://www.bphn.go.id/data/documents/51hp135.pdf.